Latest Article Get our latest posts by subscribing this site

Kecantikan Wanita Muda Yang Jadi Dokter

http://obatstaminapria.com/obat-pembesar-penis-permanen-vimax-asli-canada/
CRITADEWASA17 - Di usianya yang baru 25 tahun, Rini sudah menjadi seorang Dokter. Telah menikah dengan Aditya, yang juga seorang Dokter. Usia Rini terpaut tiga tahun dari suaminya Pasangan ini belum dikaruniai anak,mereka baru menikah selama 2 tahun. Suatu hari, Rini di khabari oleh kerabatnya bahwa neneknya yg berada di kota Solo telah meninggal dunia. Berita itu sangat membuatnya sedih karena sang nenek lah yang membesarkannya dan mendidiknya.
Karena saat ia berusia 12 tahun, Rini telah di tinggalkan kedua orang tuanya yang tewas saat kecelakaan mobil Keluarganya terbilang keluarga yang berada dan berdarah ningrat. karena tidak ada yang mewarisi kekayaan orang tuanya, juga harta yang ditinggalkan neneknya. Rini menjadi pewaris tunggal harta harta itu. Salah satunya adalah sebuah Villa yang berada di daerah wisata Tawangmangu. Setelah pemakaman neneknya dan besilaturahmi dengan kerabatnya maka Rini pun berkunjung ke villa neneknya di Tawangmangu itu. Dihari yg telah di rencanakannya itu Rini bersama suaminya Aditya mengunjungi villanya itu. Villa yang besar itu, selamai ini di jaga oleh Parjo. Usianya kira kira 55 tahun.
Seorang laki laki penduduk sekitar yang telah cukup lama bekerja pada neneknya. Parjo juga di beri amanah untuk mengurus villa dan perkebunan keluarga itu. Hari itu, seperti yang direncanakan Rini dan suaminya akan bermalam disitu untuk beberapa hari. Kebetulan mereka telah mengambil cuti. Pasangan ini pun selalu terkesan amat mesra dan romantis. Maklum mereka pasangan muda, yang belum lama menikah. Sore hari itu, Rini dan suaminya di temani Parjo berkeliling, Villa besar itu. Di kebun belakang villa itu, dekat paviliun, tempat Parjo tinggal, mata Rini menangkap, image pohon besar, yang rindang. Dengan akar akarnya yang sebagian keluar dari dalam tanah. seperti tak terawat. Di sana ada taburan bunga bunga. “pak Parjo, pohon apa ini, koq tampaknya tak terawat” tanya Rini. “oh, ini pohon sudah tua sekali, yah memang dari dulu sudah begitu, dari zaman eyang non Rini” jawab Parjo. “wah, sepertinya merusak pemandangan, tebang saja pak Parjo”
kata Rini lagi. “oh JANGAN.. “jawab pak Parjo keras. Rini terkejut mendengar jawaban pak Parjo. Suaminya juga menatap pak Parjo. ” maaf, maksud saya, eyang non pernah berpesan, tidak boleh di tebang” jawab pak Parjo. Rini diam saja, kemudian, berjalan kembali ke depan, bersama suaminya. ” mas, aku gak suka sama pohon itu, bulu kudukku merinding, sepertinya ada sesuatu di situ” ujar Rini pada suaminya. “Rini, Rini, makanya kalau nonton TV, jangan acara mistis yang di tonton, kamu itu seorang dokter, pakai logika dong” jawab suaminya enteng. Rini menatap suaminya, matanya melotot. Suaminya pun tersenyum, lalu melumat bibir Rini,” ah, udeh deh..”
kata Rini. “yah sudah, kalau gak suka yah kamu tebang saja, nanti..” kata Suaminya. Udara dingin, di kawasan itu, membuat mereka bercumbu di malam itu. Di mulai dengan ciuman ciuman mesra dari suaminya, serta rabaan lembut di paha mulus Rini. Baju tidur Rini, tanpa terasa, mulai tersingkap. Menampakkan kedua paha mulusnya, serta pangkal pahanya yang masih terbalut celana dalam putih. Bukan hanya mata suaminya yang melihat, tanpa sepengetahuan mereka ada sepasang mata yang mengintip, sepasang mata milik Parjo. Satu sentuhan jari Suaminya, di selangkangan Rini, membuatnya mendesah keras. Jari itu terus bermain di atas celana dalamnya. Bercak bercak basahan mulai tampak di selangkangan celana dalam Rini. Dengan cepat Rini melepas baju tidurnya, menyodorkan buah dadanya yang bulat padat, dengan putting memerah, telah menonjol keras, ke mulut suaminya. “mas, mau nete dong.. “kata Rini dengan nafsu. Mulut Suaminya, pun menyedot putting susunya.
“ohhh … mas.. Rini, nafsu mas.. enak…” erangnya. Suara suara erotic Rini, membuat Parjo yang mendengar samar samar, membuatnya meraba raba selangkangannya sendiri. Aditya, masih saja, menjilati dan menyedot buah dada istrinya, begitu juga jarinya yang masih terus, merangsang selangkangannya. “mas, celana Rini, di buka aja..” pintanya. Suaminya lalu melepas celana dalam istrinya. Dan melihat vagina, dengan bulu bulu, di atasnya. Bibir vagina yang rapat, dan basah. Suaminya sudah mengerti kebiasaan Rini. Setelah tubuh Rini, bugil total, Aditya, merenggangkan ke dua belah kakinya.
Lalu, dengan lidahnya, dia menjilati vagina istrinya, dengan lembut. “mass, ahh.. Rini.. enak.. . mass…” erangnya. Suaminya terus menjilati vagina istrinya. Jari jarinya juga tak tinggal diam, jari itu bergerak memasuki liang vagina istri tercintanya maju dan mundur, bergetar lembut, membuat Rini, semakin mendesah desah, menuju puncak birahinya. Lidahnya bermain di klitorisnya, sedang jarinya terus mencolok colok liang vaginanya yang semakin basah. ” ahh …. Mas, Rini udah gak kuat … ahhh” erang Rini, yang semakin mendekati fase orgasmenya. Jilatan suaminya semakin liar, tubuh Rini pun bergetar, mengejang, satu erangan panjang, membawanya ke puncak kenikmatannya. Saat, Rini terbaring lemas, Aditya membuka pakaiannya. Penisnya tampak sudah tegang. Tanpa perlu komando, Rini segera membelai belai penis suaminya itu, menjilati ujung penisnya yang tegang, membuat suaminya mengerang nikmat. Rini pun mengulum kepala penis suaminya,
dengan nafsu. Kepala Rini, bergerak, maju mundur, dan penis itu mendapat kenikmatan yang tinggi. “oh.. sayang… ohh…” erang suaminya. Permainan Rini yang begitu, hebat, membuat suaminya melepas benihnya di mulutnya. Tak satu tetes yang lepas dari mulut Rini, semuanya tertelan habis. Kini mereka berbaring bersama, Rini pun kembali menciumi suaminya. Mereka bercumbu kembali, sampai penis Aditya, siap kembali untuk permainan babak kedua. Kembali Rini, membuka lebar kakinya, memperlihatkan vagina indah miliknya. Suaminya sudah siap, dengan penisnya yang telah menegang, tepat di depan pintu vagina Rini. Perlahan penis itu masuk membelah bibir vagina Rini.
” oh tekan … terus mas ohhh” erang Rini. Dorongan, demi dorongan, dari penis suaminya, terus membawa kenikmatan bagi Rini Pantat indahnya ikut bergoyang, selaras dengan goyangan suaminya. Penis Aditya terus bergerak keluar masuk, di iringin desah desah erotis dari bibir indah Rini. Walau udara dingin, tapi peluh tampak membasahi dahi Aditya. ” ohh, Rini aku gak tahan lagi nih …” kata suaminya. Goyangannya pun semakin liar, dan akhirnya tubuhnya ambruk, menindih tubuh istrinya. Dan vagina Rini pun di siram benih benih cinta mereka. Kedua insan itu pun lemas, mereka tertidur, berpelukan di bawah selimut tebal. Pagi pagi sekali, Aditya telah terlihat, berjogging di sekeliling villa. Dan Rini, hanya melihat, pemadangan sekeliling villa itu, sambil berjalan pelan.
Tiba tiba, matanya kembali menatap, pohon besar yang terlihat angker itu. Tiba tiba Rini meraih kempak, yang tergeletak bersama cangkul milik Parjo. Sambil menentang kapak itu, Rini mendekati pohon itu. Saat itu terdengar teriakan Parjo” jangannn…. “. Terlambat, kampak itu telak membacok dahan pohon besar itu, kulit pohon itu terluka. Rini terdiam, matanya menatap dahan itu mengeluarkan darah segar. Parjo berlari menghapiri Rini” kan sudah saya bilang pohon ini tak boleh di gangu” kata Parjo dengan nada tinggi. Rini tak mengubris ocehan Parjo, matanya terus menatap dahan itu yang mengeluarkan darah. “kenapa Rin, ada apa, koq bengong begitu” tanya Aditya. “darah.. darah.. “jawab Rini dangan suara bergetar. Aditya menghampiri pohon itu, melihat lebih jelas, jarinya mencolek darah itu, menciumnya” Rin, ini cuma getah pohon.. kenapa kamu ?” kata Aditya.
” Lihat, masa harus aku bawa ke lab, untuk membuktikannya, ini getah pohon, warnanya kecoklatan, lihat” kata Aditya sambil memperlihatkan jarinya yang berlumuran getah pohon itu. Rini pun berjalan, menuju villanya, dia masuk kamar, duduk dengan tenang di pinggir ranjang. “mas, aku merasa ada sesuatu, tentang pohon itu” ujar Rini. “sudah sudah, tenang aja, tidak ada apa apa koq, hanya perasaan kamu saja..” kata suaminya berusaha menenangkan Rini. Malam hari itu, setelah makan malam, pasangan suami istri itu, masuk ke kamar. Aditya, berbaring di samping Rini. Tangan Rini mengelus elus dada suaminya, tapi sayangnya suaminya sepertinya tak mood malam itu. “Rin, besok saja yah,
aku ngantuk sekali” kata Aditya. Rini hanya tersenyum. Sebentar saja, Aditya telah tiba di alam mimpinya. Sedang mata Rini masih terbelak lebar. Dia hanya diam, matanya menatap langit langit kamarnya. Tiba tiba Keanehan terjadi, Rini merasakan adanya suara suara yang memanggilnya. Namun ia tidak melihat wujut suara itu. Dengan memanfaatkan indra, pendengarannya, Rini memberanikan diri, melangkahkan kakinya, mencari sumber bunyi itu. Dia berjalan keluar kamar, suara itu semakin jelas, kakinya terus melangkah, ke arah belakang, suara semakin jelas, dan Rini tiba di pohon angker itu. Pohon itu tampak bersinar ke hijauan. Jelas terlihat Parjo duduk bersila di bawah pohon rindang itu, Rini diam terpaku. “Rinnni, ke mari mendekatlah” demikian suara magis itu memanggilnya. Rini pun melangkah dengan gontai. Setelah tubuhnya mendekat pohon itu,
Ranting pohon itu bergerak, melilit tangan dan kakinya. Rini tak bisa bergerak. Lilitan pohon sangat kuat Parjo pun berdiri, dengan wajahnya yang memerah, dan menyeringai seram. Dia mengambil dahan dari pohon angker itu. Satu sabetan telak mendarat di perutnya. Rini menjerit kesakitan, sabetan itu terasa begitu panas dan menyakitkan. “ampun.. tolong lepaskan…” erang Rini. “aku sudah bilang, jangan gangu pohon ini, kenapa kamu masih nekat” suara Parjo terdengar lantang. “maaf, ampun, saya tidak ganggu lagi, tolong lepaskan saya.. “pinta Rini. Tapi yang di dapat, satu sabetan dahan pohon itu lagi, kali ini punggungnya terasa panas. “sakit… ampunn….” jerit Rini. Parjo menyeringai sadis, tanganya meraik gaun tidur Rini, merobeknya hingga lepas dari tubuhnya. Mata Parjo liar menatap buah dada Rini yang indah itu. Bekas luka sabetan dahan itu pun jelas terlihat, memanjang di perutnya.
Lidah Parjo menjulur, menjilat bekas luka itu, Rini kembali menjerit jerit” perih.. ampun… perih….” erangnya. Parjo pun, menjilati luka di punggung Rini, membuat Rini mengeluarkan air mata, karena rasa pedih. Luka itu bagai terkena tetesan jeruk nipis. Parjo benar benar menyiksa Rini. Tubuh Rini terasa lemas, karena menangggung beban pedih itu. Puas dengan siksaannya, Parjo membiarkan tubuh Lemah Rini, yang berdiri, terikat ranting pohon angker itu. Tiba tiba, lidah Parjo menjilati putting susu Rini. Seketika itu juga, birahi Rini menjadi tinggi. Rini mendesah kenikmatan. Lumatan mulut Parjo pada buah dada Rini semakin membuatnya bernafsu.
Selangkangan Rini mulai terasa lembab. Tangan Parjo, perlahan menurunkan celana dalamnya. Dan tiba tiba, jari Parjo menyentuh vaginanya, Parjo tersenyum, merasakan basah vagina Rini. Dan tubuh Rini bagai terkena sengatan listrilk, tubuhnya bergetar, kenikmatan. “Rini.. Rini.. kamu suka … kamu suka Rini..” ujar Parjo. Yang hanya bisa di jawab oleh desahan desahan Rini. Jari Parjo pun menerobos masuk liang vagina Rini, membuat Rini menjerit. Mulut Parjo melumat buah dada indah milik Rini, sedang jarinya bermain dengan liar, di dalam liang vaginanya. Tubuh Rini tak mampu menahan nikmat yang di berikan Parjo. Sebentar saja, Parjo telah membawa Rini ke puncak birahinya.
Tubuh Rini mengejang, kemudian dia lemas. Tubuhnya akan ambruk, tapi dahan pohon itu menahan tubuhnya erat. Parjo pun melepas celananya, memperlihatkan penisnya yang hitam, besar dan panjang. “apa, apa yang, kau kau lakukan…” kata Rini terbata bata. Parjo tersenyum sinis, Tubuhnya mendekat, sebelah kaki Rini dengan mudah di angkatnya, dan dengan sekali hentak, penis besarnya telah masuk ke dalam tubuhnya. Rini menjerit keras. “Sakkitttt” jeritnya. Parjo hanya tersenyum, senyum kenikmatan. Penis itu bergerak ke luar masuk dengan liar, membuat tubuh Rini terguncang keras. Rini menjerit kesakitan, vaginanya tak terbiasa dengan penis besar itu. Tapi Parjo terlihat jelas, sangat menikmati tubuh Rini. Dia terus mengoyangkan penisnya. Rini merasakan adanya perubahan, rasa sakitnya hilang, sepertinya vaginanya tiba tiba merasakan nikmat penis Parjo.
Rini mengigit bibirnya, rasa nikmat itu dengan cepat menyerang tubuhnya. Rini tak kuasa, dia mengerang, kenikmatan, seakan akan memberitahukan Parjo, dia menikmati permainan ini. Tubuhnya bergoyang, kepalanya bergerak ke kiri dan kekanan. Parjo terus mengoyang penisnya. “ahhh … ahhh.. aku tak tahan… aku tak tahan…” tiba tiba Rini mengerang. Dan tubuhnya kembali mengejang, mengejet. Rini orgasme, dan terus Parjo memacu penisnya di dalam liang vagina Rini. Parjo mendengus dengus, menikmati vagina Rini. Tak lama Rini pun kembali mendapat orgasme, yang kemudian di susul oleh Parjo. Rini bisa merasakan jelas, panasnya cairan birahi Parjo, memasuki rahimnya.
Parjo yang telah puas melepaskan tubuh Rini. Dia tersenyum, Tangannya telah kembali memegang dahan yang tadi di gunakan untuk menyabet tubuhnya. “jangan, tolong jangan pukul” ibanya. Parjo tersenyum, tangannya mengusap usap dahan pohon itu, tiba tiba saja, dahan pohon itu membesar. Lebih besar dari penis Parjo. “kamu bersalah, kamu mesti merasakan hukuman ini” hardik Parjo. Parjo kembali mengangkat sebelah kaki Rini. Dahan pohon yang besar itu di sodok keras ke vaginanya. Rini menjerit keras, Vaginanya terluka, berdarah. Rini menjerit kesakitan. “AHHHH…. SAKITTTT ….”. Rini terjaga, tubuhnya berkeringat, suaminya pun menenangkannya. Paginya diam diam, dia menganalisa kejadian semalam, semuanya tampak nyata, tapi dia bermimpi. Tidak ada bekas luka di perut, atau punggungnya. Yang ada jelas, sisa sisa sprema yang membasahi vaginanya. Rini jelas bisa membedakan antara sperma dan cairan vaginanya. Dia benar benar binggung dengan fenomena ini. ” mas, saya pikir lebih baik menjual villa ini” kata Rini, yang mebuat suaminya mengenyitkan dahinya. “jual, kamu gak salah, villa ini peninggalan eyang kamu, masa sih mau di jual?”
suaminya bertanya dengan binggung. ” yah, aku serius, bisa bantu aku pasarin villa ini” kata Rini lagi. “yah bisa saja sih, tapi apa kamu yakin mau menjualnya?” tanya suaminya lagi. “yah” jawab Rini singkat ” silakan bu, pak, di minum selagi hangat” kata Parjo yang membawakan dua cangkir tah hangat. Mata Parjo, menatap Rini. Tatapannya itu membuat Rini, tampak tegang, ada sesuatu kekuatan kasat mata, dalam tatapannya. HP Aditya berbunyi, rupa kabar dari rumah sakit tempatnya bekerja. Rupanya ada pasien gawat yang harus segera ditangani Aditya. Padahal Aditya masih berkeinginan untuk tinggal di sana bersama Rini 3-4 hari lagi. Suaminya menanyakan pada Rini, mau ikut, atau masih mau di sini. Rini memutuskan untuk tetap di villa itu. Akhirnya Aditya berangkat ke Semarang sendirian. Aditya pun berpesan pada Rini untuk hati hati dan minta Parjo menjaga Rini.
Parjo pun dengan senang hati menerima pesan Aditya itu. Setelah Aditya berangkat pagi itu, Rini pun minta pak Parjo menemaninya meninjau perkebunan milik neneknya. Rini memberanikan diri, toh dia berpikir, ini siang hari, jadi lebih aman. Parjo yang selama ini di beri tugas mengawasi perkebunan itu bersedia mengantar Rini, dengan menaiki bukit yang dipenuhi batang batang kayu yang rindang itu. Selama perjalanan Parjo bertindak sangat sopan dengan Rini. Mereka berbicara santai, dan anehnya Rini merasa tenang di samping Parjo. Dan Rini mulai merasa suka dengan sikap Parjo, yang jika dilihat dari umurnya, pantas menjadi ayahnya. Merekapun kembali pulang ke villa dengan menuruni bukit bukit itu. Namun karena kurang hati hati, Rini terpeleset di jalan yang berumputan yang licin karena embun. Dengan sigap, Parjo refleks menangkap tubuh Rini yang hampir bergulingan ke bawah. Tubuh ramping dan berisi itu,jatuh kedalam pelukannya.
Selanjutnya karena takut terpeleset lagi Rini pun minta Parjo untuk membimbing tangannya dengan memegangnya selama penurunan. Kembali Parjo merasakan kehalusan dan kehangatan tangan dokter cantik itu dengan bebas. Malam harinya, Parjo masuk kedalam ruang utama villa itu. Ia menemukan Rini yang sedang menerima telpon dari suaminya. Mata Parjo menatap tubuh Rini, yang terlihat sexy, dengan gaun tidur pink, agak tipis. Setelah pembicaraannya selesai, Rini bertanya pada Parjo “ada apa pak Parjo”. “oh engak bu, hanya mengecek, sepertinya kemarin ada bola lampu yang putus” jawab Parjo. Setelah selesai Parjo mengecek, lampu lampu di ruang utama itu, Parjo pamitan. Tapi Rini memanggilnya. Pak Parjo menghentikan langkahnya. Dan berbalik” ada apa bu..”. “ah, engak cuma mau tanya sedikit” kata Rini, sambil duduk di kursi, antik yang terbuat dari kayu jati.
Mata Parjo menatap, paha putih Rini, yang agak terbuka, karena gaun tidur itu terangkat sedikit. Tapi Rini segera mengantipasi, dia mengabil bantal, sandaran kursi, dan menutup pahanya. ” pak Parjo, saya merasakan ada misteri di balik pohon tua itu, apa pak Parjo menyadarinya?” tanya Rini. “eh, anu, kalau soal itu saya kurang tahu bu, yang saya tahu, eyang bu Rini, wanti wanti pesan sama saya apapun yang terjadi, pohon itu tak boleh di ganggu” pak Parjo menjawab pertanyaan Rini panjang lebar. Rini pun mendengar keterangan Parjo dengan seksama, Rini juga bertanya tentang mimpi anehnya. Rini bercerita secara detail, membuat Parjo terperangah. “Maksud ibu, saya memperkosa ibu dengan batuan pohon angker itu?” tanya Parjo. ” yah, dalam mimpi itu, tapi mimpi itu begitu nyata”
jawab Rini. Parjo menghela nafas,” saya rasa itu cuma bunga tidur bu..” ujar Parjo. “tidak Parjo, otak saya masih mampu berpikir, realistis, ini mimpi yang benar benar aneh” kata Rini. Parjo diam sesaat, dia menatap Rini, akhirnya dia membuka suara, Parjo mengakui bahwa di villa ini memang ada penunggunya,namun karena telah sering dan lama tinggal di situ ia pun tidak terganggu lagi. Mereka terus berbincang bincang, sampai agak larut, akhirnya Rini minta diri untuk istirahat karena badannya agak lelah dan mulai ngantuk. Lalu Rini masuk kekamarnya. Ia lalu menyelimuti tubuhnya yang terbaring dengan selimut tebal yang ada dikamar itu. Beberapa saat kemudian ia tertidur. Namun tidak lama kemudian serasa bermimpi ia melihat pintu jendela kamarnya terkuak dan dahan dahan pohon angker itu merayap cepat, berusaha mendekati ranjangnya dan akan mencekiknya.
Rini terbangun dan berteriak teriak minta tolong. Rini meloncat dari ranjangnya. dan tiba tiba terbagun dari mimpinya, namun ia tak melihat dahan dahan pohon angker itu dan tidak meninggalkan jejak sama sekali. Jendela kamarnya pun tetap tertutup rapi. Mimpi buruk itu semakin membuatnya takut. Rini yg masih di hinggapi perasaan takut lalu keluar dari kamarnya. Ia berlari dan membuka pintu rumah. Rini langsung berlari ke belakang, mengetuk pintu kamar Parjo. Rini tak berani melihat ke arah pohon angker itu. Begitu daun pintu terbuka,Rini langsung menghambur ke tubuh Parjo dan memeluknya. Dengan sangat takut ia menangis dan menceritakan apa yang baru saja di alaminya.
Parjo dengan bebas lalu membelai rambut Rini. mendudukkan Rini di kursi yang ada di dalam kamarnya. Malam itu Rini tak berani pindah ke dalam kamarnya di rumah villa itu. Rini merasa lebih aman di kamar tidur Parjo. Seiring malam yang merangkak, Rini kini telah pindah posisi, tidak lagi duduk di kursi, tapi duduk tepat di sebelah Parjo di pingir ranjang. Sambil terus membelai rambut sebahu Rini, Parjo pun mulai berani berbuat lebih. Entah karena udara dan suasana yang dingin atau kesepian Rini yang datang tiba tiba. Parjo tiba tiba saja telah mengulum bibir Rini. Tanpa menolak, Rini membalas ciuman Parjo, Mata Rini memejam, lidah Rini dengan nakal bermain lincah di dalam mulut Parjo. Tentu saja semuanya di layani Parjo dengan nafsu. Seperti ada yang merasuki tubuhnya, tangan Rini meraba raba selangkangan Parjo, mencari cari penis besarnya, tanpa rasa ragu ataupun malu. Satu tatapan, tajam bola mata Parjo, memerintahkan Rini berbuat lebih. Sambil berjongkok, melebarkan kakinya, Rini mengulum penis Parjo. yang telah ereksi keras.
Mata Parjo liar, menatap selangkangan Rini yang masih terbungkus celana dalam pinknya. Rini tak memperdulikannya, yang jelas, Rini sangat menikmati, mengulum batang penis Parjo. Parjo pun mengerang, menikmati sedotan, dan jilatan nafsu Rini. Tanpa merasa lelah, kepala Rini bergerak maju mundur, memberi Parjo kenikmatan. Usaha Rini tak sia sia, Semburan sperma Parjo, memenuhi mulutnya, Semua Spermanya, di telan habis oleh Rini, seperti tanah tandus, yang membutuhkan siraman air, di musim kemarau. Parjo tersenyum puas, Dia mengangkat, tubuh Rini, melepas baju tidurnya. Dan menatap buah dada bulat padat Rini. Kedua tangan Parjo, meremas buah dada Rini, membuat dia mengerang. Dan jilatan lidah Parjo, di putting susunya membuat birahi Rini semakin meninggi. Tubuh Rini di baringkan, Parjo pun melepas celana dalam pink Rini. Sambil memegang celana dalam pink itu, Parjo melihat selangkangan celana dalam pink itu. “hem, anak muda zaman sekarang, baru di jilat sedikit udah basah..” seloroh Parjo. Muka Rini memerah, dia malu, tapi
birahinya mengalahkan semua rasa malunya. Jari telunjuk Parjo bergerak masuk ke liang basah vagina Rini, rasa tersengat aliran listrik di alami secara nyata oleh Rini. Jari itu bergerak, menyodok nyodok liang vaginanya. Rini mengerang ngerang, kenikmatan. Jari Parjo seperti mempunyai kekuatan magis, sebentar saja, tubuh Rini mengejang di buatnya. Rini mendapat orgasmenya, di sertai jeritan nikmat Rini. Parjo tersenyum puas, melihat tubuh Rini, mengejang, dengan nafas tersengal sengal. Sekarang penis Parjo telah berhapan dengan vagina Rini. Ujung penis itu telah menyetuh bibir vagina Rini. Parjo menghentak, jerit Rini terdengar keras. Penis itu bergerak cepat, keluar masuk liang vagina Rini. Kedua tangan Rini mencengkram erat bahu Parjo, seakan tak mau melepaskan tubuh Parjo, yang tengah menyetubuhinya. Rini terus mengerang kenikmatan, dan Rini pun kembali mendapat orgasme. Parjo tampak masih belum apa apa, Penis besarnya masih terus bergerak cepat, menghentak liang vagina Rini. Semua bagian tubuh Rini, seakan menjadi begitu sensitif, Bibir vaginanya seakan menebal, klitorisnya membesar, karena nafsu birahinya.
Didalam kamar Parjo itu, entah berapa kali Rini mendaki puncak orgasme yang dihantarkan Pak Parjo. Ia seakan kewalahan mengalahkan gairah laki laki tua itu. Saat saat, dimana Rini sudah sangat lemas, Parjo pun melepaskan seluruh cairan birahinya. Liang vagina Rini, terasa hangat, oleh sperma Parjo. Saat sebelum Parjo mencabut batang penisnya, Parjo masih merasakan denyut denyut dinding vagina Rini, meremas batang penisnya. Malam itu Rini, terlelap dalam pelukan seorang Parjo. Tidak ada mimpi seram. Hanya kenikmatan sexual yang mengairahakan Rini. Selama beberapa hari kemudian menjelang di jemput suaminya Rini selalu ditemani Parjo. Rini pun akhirnya berani tidur dikamarnya itu karena ada yg menemaninya yaitu Parjo. Selama Parjo menemaninya,
Rini selalu di hibur Parjo dengan kemesraan dan menghantarkannya ke puncak hubungan pria dan wanita seutuhnya. Parjo pun dengan bebas telah menumpahkan cairan birahinya di dalam rahim Rini. Rini mengurungkan, niat untuk menjual villa warisan itu. “nah, aku juga bilang apa, masa villa warisan di jual” ujar suaminya, saat akan menjemput istrinya. “iyah, mas pikir pikir sayang juga, biarlah Pak Parjo yang bantu urus villa ini” kata Rini. “Iyah bu Rini, saya selalu akan menjaga villa ini” kata Parjo. “lagian kalau week end kita bisa main ke sini mas” kata Rini lagi. Aditya hanya tersenyum” iyah, ayo sudah mau berangkat belum..” tanya suaminya. “sudah mas, tunggu sebentar yah, aku mau ambil koper dulu, ada satu ketinggalan. , mas tunggu di sini yah” kata Rini. Suaminya mengangguk. “ayo pak Parjo, bantu saya” kata Rini. Parjo mengikuti Rini yang masuk ke dalam Villa.
Dan terus masuk ke kamar. Ada sebuah koper besar merah di sana. Rini duduk di atas koper itu, sambil tersenyum genit, Rini melebarkan kakinya. Memperlihatkan celana dalam hitamnya pada Parjo. Tangan Rini menyibak celana dalamnya, “Parjo, tolong beri aku kenikmatan, sebelum aku pulang” pintanya. Parjo tersenyum, dia jongkok, menjilati vagina Rini. Rini mengigit bibirnya. Setelah vagina itu di buat basah oleh Parjo, dengan jari telunjuknya, Bergerak menyodok nyodok liang vaginanya, Rini di buat orgasme. “Terima kasih Parjo, minggu depan aku akan kemari” ujar Rini. Parjo pun tersenyum, dan mengangkat koper besar itu membawanya, dan meletakkan di bagasi mobil mereka. Pasangan suami istri segera melaju pulang. Rini menyadari telah berbuat curang pada Aditya. Tapi, belum pernah dia bermain sex, sedasyat ini. Rini selalu ingin mengulangi lagi, persetubuhan dengan Parjo. Rini selalu merindukan ke hangatan Parjo.

Bacar Artikel Lainnya :

  1. Obat Tahan Lama Pria
  2. Cara Memperbesar Alat Vital Pria
  3. Obat Pembesar Penis
  4. Pembesar Penis
  5. Pembesar Alat Vital Pria
  6. Alat Bantu Sex Wanita
  7. Alat Pembesar Payudara
  8. Obat Perangsang Pria
  9. Obat Pemerah Bibir
  10. Jenis Selaput Dara
  11. Selaput Darah Buatan
  12. Selaput Dara Palsu
  13. Jual Selaput Darah Buatan
  14. Obat Penghilang Tato
  15. Obat Kantung Mata
  16. Jual KLG Asli
  17. Jual Vimax Asli
  18. Jual Minyak Lintah Papua
  19. Jual Procomil Spray
  20. Jual Obat Kuat Viagra Usa
  21. Hammer Of Thor
  22. Cara Menambah Tinggi Badan
  23. Bahaya Obat Aborsi
  24. Bahaya Aborsi
  25. Obat Aborsi

Cerita Sex Ngentot Guruku Yang Cantik Tubuh Montok

http://obatstaminapria.com/obat-pembesar-penis-permanen-vimax-asli-canada/
CRITADEWASA17 - Nama lengkapku Deni Boy Wibisono, sering dipanggil ” Boy “, kini usiaku 25 tahun, kisah yang kuceritakan ini terjadi sepuluh tahun yang lalu. Malam itu aku tidur lelap sambil tersenyum dan tak sempat kurasakan apapun, tapi ketika aku terjaga karena jam wekerku berbunyi tepat pukul enam pagi, baru terasa badanku pegal-pegal terutama lutut dan pinggangku, bahkan untuk bangun dari tempat tidurpun berat sekali rasanya… Jika kakak-ku tidak masuk ke kamar, memaksaku bangun, mungkin aku terus ketiduran. Dengan memaksakan diri, aku bangun dari tempat tidur, namun saat kuberdiri terasa lututku lemas dan bergetar, hampir aku jatuh terduduk… Baru setelah mandi badanku terasa agak segar.
Selesai berpakaian seperti biasa aku duduk di meja makan untuk sarapan. Tak lama kemudian Bi Tuti pembantu keluargaku seperti biasanya datang mengantar nasi goreng kesukaanku, tanpa terasa perasaanku mendadak tegang… sekilas kulihat wajahnya… rasanya tak ada yang aneh tapi langkah kakinya terlihat agak berat, ” Aman… “, pikirku. Ketika aku minta telor rebus setengah matang, dia menjawab dan berlaku seperti biasa saja, akupun makin yakin dia tak tahu apa yang terjadi semalam.
Akupun menjalani hari-hari selanjutnya seperti biasa, sikapku jika berdekatan dengan Bi Tuti tetap seperti biasa seakan tak pernah terjadi apa-apa. Padahal setiap saat aku selalu mencari waktu untuk mengulang perbuatanku dulu, tapi sulit sekali karena akhir-akhir ini dia sering tidur bersama kakak perempuanku. Sikapku selalu dapat kujaga tapi kontolku tidak, hampir setiap aku dekat Bi Tuti kontolku langsung berdiri tegang. Pertama masih bisa kutahan, tapi makin lama kutahan makin pusing kepalaku… aku tidak suka onani karena kupikir kenapa mesti pakai tangan jika ada yang lebih enak yaitu bersetubuh dengan perempuan.
Akhirnya aku dua punya sasaran baru, yaitu guru Matematikaku yang bernama Bu Indah, usianya 26 tahun,belum kawin, sesuai dengan namanya, wajah cantik mirip Yuni Shara, kulitnya putih bersih dan bentuk tubuhnya sangat indah, tinggi langsing dengan buah dadanya yang besar tegak menantang dan teman wanita sekelasku yang bernama Jihan. Wajahnya cantik, kulitnya putih sekali tapi yang lebih penting bagiku adalah ukuran buah dadanya paling besar diantara teman wanita sekelasku. Setiap hari aku memutar otak, mencari akal bagaimana caranya supaya aku bisa mencumbu salah satu dari mereka sampai puas.
Suatu hari, aku dipanggil ke ruang oleh Bu Indah dan aku dimarahi karena nilai ulangan Matematikaku hancur, padahal aku sengaja tidak belajar supaya diperhatikan sama Bu Indah. Saat itu aku beralasan kurang mengerti ketika diajari di kelas dan langsung aku minta les tambahan sama Bu Indah. Pucuk dicinta ulampun tiba, Bu Indah langsung setuju dan kamipun berunding mengenai tempat les, di sekolah atau di rumah. ” Bagaimana kalau di rumah Bu Indah saja?” usulku. Dia langsung setuju, saat itu pula baru aku tahu kalau Bu Indah tinggal sendirian di rumah kontrakan dan les dimulai sore hari itu juga setelah pulang sekolah. Dengan hati berbunga-bunga akupun kembali ke kelas. Tiba di rumah aku langsung mempersiapkan diri, pokoknya badanku harus bersih dan wangi, kupakai celana dalam yang longgar dan celana Levi’s 501 ku yang tidak pake retsleting tanpa pake sabuk, dan tak lupa kubawa sebuah gunting kecil.
Sorenya kuberangkat sekitar pukul 3. Kurang lebih setengah 4 aku sudah berdiri didepan pintu rumah Bu Indah dan belum sempat kuketuk pintunya guruku sudah membukakan pintu.
“Sore Bu,” sapaku berbasa-basi. Setelah membalas salamku langsung dia menyuruhku masuk untuk menunggu di ruang tamunya karena katanya dia mau kebelakang dulu. Tampaknya Bu Indah baru datang juga karena dia masih mengenakan seragam guru yang tadi siang, mungkin rapat dulu pikirku. Ruang tamunya cukup besar, tapi bersih dan tertata rapi juga kulihat beberapa photo keluarga. Sambil duduk di kursi tamu yang terbalut kulit dan empuk, aku menyiapkan buku Matematika untuk bahan les.
Selang beberapa menit kemudian Bu Indah datang lagi dengan segelas air es ditangan kanannya. ” Boy .. maaf yach…Ibu nggak punya apa-apa. Pembantu lagi mudik .. jadi nggak ada yang masak. Barusan aja Ibu dari rumah Bu Yanti dulu.. yang ngajar Akuntansi di A3.. itu yang pindahan dari Bandung. Kamu tahu khan? Kamu siapin aja dulu bukunya..sambil baca-baca, Ibu mau mandi dulu sebentar.. nggak enak.. gerah nih!” katanya tanpa memberiku kesempatan ‘tuk membalas ucapannya.
Memang guruku ini nggak kaku kalau ngajar di kelas. Bahkan terkadang kalau ngomong kayaknya nggak terlalu ada jarak dengan murid. “Ma kasih Bu jadi mengerepotin .. “, jawabku sambil berusaha melirik sedikit belahan buah dadanya di balik kemeja dalam berwarna putih satin berlengan panjang saat guruku membungkuk meletakan gelas di atas meja. Rupanya blazer seragam warna hijau guruku sudah dilepasnya bahkan mungkin rencananya mau ganti baju dulu .. sebab kemeja putihnya sudah dikeluarkan dari balik rok. “Nggak apa-apa kok..”, balasnya sambil berlalu keruang dalam.
Dengan sengaja mataku mengikuti langkah guruku bertelanjang kaki ke ruang dalam. Kupandangi gerak pinggulnya saat berjalan..samar-samar terlihat cetakan celana dalamnya.. betis putihnya…hingga lenyap dibalik tembok pemisah ruangan. Tak lama kemudian terdengar gemericik suara siraman air. Oh Bu Indah … pikirku menerawang membayangkan guruku ini mandi telanjang tanpa benang sehelaipun.
Dalam benakku terbayang adegan erotis dengan guruku. Tanpa bisa ditahan gairahku meningkat .. organ kelelakianku menegang. Ohh …aku menghayalkan guruku sendiri.. Ibu Indah. Sempat timbul pikiran kotorku untuk mencoba mengintipnya dari lubang kunci .. sebab aku ingat omongan guruku kalau pembantunya lagi mudik jadi nggak bakal ketahuan.
Tanpa terasa menunggu, Bu Indah sudah muncul di hadapanku dengan memakai kaus putih ketat YSL tanpa kerah berleher V. Dengan rok katun longgar warna gelap menjutai sampai kemata kakinya, sungguh dimataku Bu Indah sangat menggairahkan, dengan BH hitam yang jelas membayang tanpa bisa menyembunyikan buah dadanya yang tegak membusung.
” Boy .. koq kamu bengong.. bukannya baca buku?” tanyanya sambil berjalan menghampiriku sambil mengikat rambutnya ke atas. Jelas sekali leher putihnya yang jenjang .. untaian anak rambut sedikit tergerai. Entah.. aku sendiri bingung antara terpesona atau tergiur. Yang jelas dimataku Bu Indah sungguh seksi menggairahkan. “Nggak Bu..,” jawabku sedikit gugup.
” Ayo Boy .. mulai… kamu bawa buku Matematikanya-kan?’” katanya sambil duduk di sofa panjang tepat di hadapanku. lalu diambilnya kertas kosong dibawah meja tamu dan tanpa sengaja untuk kedua kalinya aku mendapat kesempatan memandangi celah buah dadanya yang putih, menggelayut, tampak kontras di balik BH hitamnya ketika dia menunduk. Kali ini keberuntunganku cukup lama karena guruku sedikit membereskan majalah2 di bawah meja. Sungguh sejak aku membayangkannya mandi, gairahku belum mereda bahkan kini semakin membara.
Sambil membawa kertas kosong untuk coretan .. guruku duduk di sebelahkuku, disofa panjang, tak lama kemudian dia mulai serius menerangkan rumus integral dengan pensil ditangannya, sebaliknya gairahku membawa pikiran dan khayal-ku untuk menikmati kehangatan, keseksian, kesintalan tubuhnya. Aku hanya mengomentari dan berkata,” Ya …ya .. ngerti Bu…!” dan tanpa disadarinya mataku dengan buas memandangi wajah molek sambil membayangkan dapat menjilati dan melahap gumpalan terbelah, payudara putih segar yang menyembul disangga BH berwarna hitam yang tampak jelas dari samping atasnya. Jelas perasaanku tak karuan … jantungku berdegup kencang .. tercium aroma parfum yang lembut dihidungku .. makin membuat dudukku nggak nyaman.. dan aku tahu apa sebabnya … organ kelakianku yang terus menerus tegang membuat pikiran gelap mulai menggodaku.
Hingga akhirnya Bu Indah .. memberiku soal latihan untuk dikerjakan,”Coba Boy .. kamu buat ini .. soal yang tadi siang untuk PR . Ibu pingin tahu .. kamu udah ngerti belum?” kemudian dia berdiri sambil ngambil sebuah majalah dari meja sudut kemudian duduk di kursi sebelah kanan depanku. Sekilas kulihat dia membacanya sambil duduk miring menghadap ke arah jalan. Sambil mencoba menyelesaikan soal itu, kuperhatikan guruku membaca sebuah majalah Kartini. Kemudian kelihatan guruku merubah posisi duduknya dengan sedikit membelakangiku sambil menumpangkan kaki kanan dengan badan sedikit bersandar sambil memeluk bantal kursi.
Langsung aku menghentikan kegiatanku kupandangi guruku dari belakang… tampak benar bulat pinggulnya yang cukup besar ..oh sungguh menggoda pikirku. Terlihat pula sedikit celana dalam hitam bagian atas… karena kaos guruku yang sedikit terangkat. Selang beberapa saat aku terpana .. tiba-tiba Bu Indah menengok ke arahku…. lalu memperbaiki posisi duduknya.
Sepertinya Bu Indah sadar sedang diperhatikan, dia membereskan kaosnya lalu dia kembali duduk di sampingku. Jarak tubuhnya dengan tubuhku hanya sejengkal saja. Aduuuhhh… harum sekali wangi tubuhnya, tak tahan aku untuk memeluknya. Tapi aku takuuttt….. dan malu. Setelah kami berdiskusi tentang Matematika hampir tiga jam lebih, obrolan mulai melebar, kami semakin akrab. Sesekali kulit kami bersentuhan…. terasa halus sekali…. lain dengan kulit bi Tuti, semakin membuatku ingin merambahi seluruh bagian tubuh yang dimilikinya untuk mereguk kenikmatan yang ada di dalamnya.
Entah setan mana yang menggodaku hingga aku semakin berani. Tanpa basa basi, tubuh Bu Indah langsung kupeluk dengan kuat, secepat kilat bibirku menempel di bibirnya yang ranum…. dia kaget sekali…. matanya melotot…. ” Mmmphh Boy, apa apaan kamu… ” katanya sambil menggelengkan kepalanya untuk menghindari bibirku dan tangannya mendorong bahuku. Kujawab dengan mempererat pelukan hingga tangannya tak bisa bergerak… kuciumi bibirnya dengan penuh nafsu…. kusedot sedot dan kugigit bibir bagian bawah… tapi mulut Bu Indah tertutup rapat…. Mmmmpphh….mmpphh… kepalanya menggeleng-geleng dan bergerak mundur berusaha untuk melepas ciumanku…. tapi bibirku terus menempel di bibirnya…. kucoba untuk merangsangnya lewat bibir.
Kepalanya terdorong hingga ke pojok sofa hingga tak bisa bergerak lagi… seluruh tubuhku bergerak secara reflek menindih tubuhnya… selangkanganku tepat menempel di selangkangannya… menggesek gesek memeknya, badannya menggelinjang-gelinjang…. kakinya terus bergerak-gerak…. menendang-nendang…. tangannya mendorong dadaku dengan kuat, berusaha melepaskan diri dari tubuhku yang menindihnya, tapi aku tetap memeluknya dengan kuat…. hingga kurasakan gerakannya mulai berkurang… dan melemah….. sorot matanya berubah sendu…. dan berkaca-kaca……
Mulutku terus menutupi mulutnya… bibirnya kukulum sambil kusedot dan kugigit bibir bawahnya… kumainkan lidahku untuk membuka mulutnya… kucoba untuk merangsangnya… selangkangannya kutekan dan kugesek-gesek dengan selangkanganku… akhirnya usahaku membuahkan hasil.. mulutnya mulai terbuka… nafasnya mulai memburu…. bibirnya bergerak membalas permainan bibirku… aduuuhh enakknyaaa… kamipun berciuman dengan normal, tanpa ada paksaan… ternyata Bu Indah, guruku yang cantik, sangat ahli dalam berciuman… lidahnya dan lidahku saling berpilin dan menarik… saling menyedot… enak sekali rasanya… pelukanku lepas dengan sendirinya dan tanganku menyelusup ke balik kaosnya mulai menggerayangi perutnya.. ketika buah dadanya kuraba-raba, Bu Indah mendesah, ” Boy, jangan Nak.. oohh… kamu memang nakal…. awass ya…! oohh…. aahh… ssstt… aahh… “.
Sikapnya seperti ingin menolak tapi desahannya menunjukkan dia merasakan nikmat… aku jadi lebih agresif… tubuhku bergeser… mulutku berpindah sasaran… kuciumi lehernya yang putih… kujilat-jilat… tanganku semakin rajin mengelus… meraba… terdengar desahan lirih… aaaaahhhh… aaaahhh…. ooohhh…. kedua tangannya menjambak rambutku, kugeser perlahan-lahan kaos putihnya… dan tubuh Bu Indah semakin terbuka… tanganku bergerak ke balik punggungnya… kubuka kaitan BH-nya… ketika kubuka penutup buah dadanya, mendadak kedua tangan Bu Indah menepis tanganku dan menutupi dua gundukan yang menjulang dengan menyilangkan tangannya dan menurunkan kaosnya, sambil berkata, ” Cukup, jangan diteruskan lagi… Ingat, kamu adalah muridku ! Jangan kurang ajar !! “, matanya memandang tajam ke mataku sambil mendorong dadaku dengan kasar.
Aku kaget dan terdiam sejenak, ” Wah, bahaya nih, tapi kepalang basah “, pikirku dan nafsuku sudah di ubun-ubun… kontolku makin tegang dan berdenyut-denyut… aku benar-benar sudah nekat. Kugeser kembali tubuhku menindihi tubuhnya… kupegang kepalanya dengan kuat… kuciumi bibirnya dengan lebih bernafsu… kedua tangan Bu Indah berusaha menahan tindihanku dengan mendorong dadaku… perlawanan itu membuatku semakin bernafsu… lehernya kutelusuri dengan lidahku… bagian belakang kupingnya kuciumi… kujilati… kugigit ujung kupingnya… kumainkan lidahku di lobang kupingnya…
Tubuh Bu Indah menggelinjang-gelinjang… matanya merem sambil menggigit bibirnya sendiri… mulutnya berdesah tertahan, ” Boy… aahhh…. ooohhh…. Booy… aaahhhh… mmmm…. su..su..dah… ja…jangan.. diteruskan…aahh… De..de..niii…Booy… su..sudah…a..aa…aa..hhh… suu..dah..”
Desahan itu membuatku tambah lupa diri, tangan kananku kembali menyusup ke balik kaosnya, langsung kuremas buah dada Bu Indah yang sebelah kiri… waahhh… ternyata buah dadanya benar-benar keras dan kenyal… kaosnya kutarik keatas… tampaklah sepasang buah dada putih bersih dengan putingnya yang kecil berwarna agak kecoklatan… kusambut kedua gundukan daging itu dengan remasan dan mulutku. Kujilat… kuciumi…dan kugigit sambil kusedot sedot puting yang ranum itu… desahan Bu Indah terdengar semakin lirih.. ” Aaahhh…. ooohhh…..ooohhh…. ooohhh… mmmmmhhmm…ooohhh…mmmmm…. “, kedua tangannya mencengkeram rambutku dengan kuat… kepalanya semakin menyusup ke pojok sofa… matanya merem melek merasakan kenikmatan… buah dadanya terus kuremas-remas… kuciumi… ku urut-urut…. Aaaahhh nikmatnya… kugeser tubuhku ke sampingnya, kuturunkan kedua kaki ke lantai, sambil berlutut aku terus menelusuri setiap lekuk tubuh Bu Indah dengan mulutku, kujilat-jilat puting dan perutnya secara bergantian….
Tangan kananku berusaha membebaskan kontolku yang sudah sangat tegang dari penghalang, dengan sekali tarikan, seluruh kancing celanaku langsung terbuka… kontolku langsung menyeruak, berdiri dengan kokoh juga keras… kuturunkan celanaku perlahan-lahan tanpa sepengetahuan Bu Indah. Setelah itu, tangan kananku menyibakkan rok longgarnya sambil mengelus dan meraba-raba pahanya.. makin ke atas, hingga tiba pangkal pahanya yang masih tertutup celana dalam warna hitam tipis.
Kuletakkan telapak tanganku dengan perlahan, kuusap-usap dengan lembut…. kugesek-gesek jari tengahku di celah bibir memeknya … tubuh Bu Indah tiba-tiba tersentak, tangannya menggapai-gapai berusaha menarik tangan kananku… ” Boy… jangannn… oohhh…mmhhmm…. oh.. ja..ja..ngannnn…. mmhmm… oohhh…aaahh… Boooy…. mmmhhmmm… mmmhhmm…..”, desahannya makin keras… seperti merintih kesakitan… tangannya terus menggapai tanganku. Ketika tanganku terpegang, langsung ditariknya ke buah dadanya… sejenak ku ikuti kemauannya. Kedua buah dadanya kuremas sambil menyedot-nyedot dan menggigit putingnya.
Mulut Bu Indah terus merintih-rintih nikmat… tangan kananku terus berusaha membuka celana dalamnya, tapi selalu gagal karena pahanya dirapatkan dan tangan kirinya memegangi tanganku. Berkali-kali kucoba, tapi selalu gagal…. Mulutku kuarahkan kembali ke mulutnya… bibirku dan bibirnya menyatu… saling mengulum… menyedot…. menggigit… dan buah dadanya kuremas dengan kuat…. ” Mmmmmhhmmm…. mmmmhhhmmm….mmhhmmmmmm…. mmmhhmmm … “, dia merintih-rintih sambil berciuman. Kedua tangannya menjambak rambutku, kedua pahanya merenggang sendiri.
” Nah, sekarang “,kuambil gunting kecil dari celanaku, kutarik roknya lalu perlahan-lahan sekali dan tanpa menyentuh memeknya, sedikit demi sedikit kugunting bagian depan celana dalamnya dan aku berhasil tanpa disadari olehnya. Nafsuku semakin berkobar membayangkan kenikmatan saat kontolku keluar masuk lobang memeknya. Sedikit demi sedikit aku menggeser tubuhku ke antara dua pahanya, tanpa ada paksaan, kedua pahanya berhasil kurenggangkan hingga tubuhku ada diantaranya dengan posisi bertumpu pada lutut.
Tubuh Bu Indah kutarik sedikit demi sedikit ke pinggir sofa saat mulutku menciumi bibirnya. lalu lehernya kujilati… terus turun… ke buah dadanya… kumainkan lidahku di perut dan pusarnya… Tubuh Bu Indah semakin menggelinjang gelinjang dan rintihannya semakin keras, ” Ooohhhh… aaahhhh… ooohh… oooohhh…. aahhh…. Booy… aaahhhh…. geliiii…. oohhh…. aa..aahhkkhhh…..”. Ketika posisi lobang memek Bu Indah agak ke pinggir sofa, akupun mulai merangkak naik sambil mengusapkan ludah di kepala kontolku yang sudah sangat keras… bibirku dan bibirnya kembali bersatu… kami berciuman agak lama… nafasku dan nafasnya semakin memburu… badannya sudah licin oleh keringat, sorot matanya sayu dan pasrah….
Kuangkat kaki kanannya lalu kuletakkan di atas meja, kedua pahanya semakin merenggang…lalu kugenggam batang kontolku, kuarahkan kepalanya tepat di depan lobang memeknya…, bulu-bulu tipis halus terasa menyentuh tanganku…. Aaahhh, belahan memek Bu Indah pasti terlihat jelas… bulu memeknya yang tipis halus tak mungkin akan menutupinya… sambil membayangkan bentuk memeknya, kudorong pantatku dengan sepenuh perasaan…. perlahan namun pasti…. kepala kontolku mulai menyentuh bibir memeknya…. masuk sedikit demi sedikit…..
Kualihkan perhatian Bu Indah dengan memainkan lidahku di lobang kupingnya, ” Ibu cantik sekali… maafin Boy Bu… Bu Indah sayaaangg… maafin Boy ya… ” bisikku, kugenggam keras tangan kanannya dengan tangan kiriku…., ” Booy…. oohhh…aahhh…. sudahh yaa… aa..ahhh…. ooohhh…. jangan diteruskan…. Boooy … please… su…su.dah … Ibu takuutt….”, rintih Bu Indah dengan lirih…. Pantatku terus kudorong…, terasa sebagian kepala kontolku sudah masuk ke lobang memek Bu Indah yang sudah basah dan licin tapi sangat sempit…. lalu kugesek-gesek dan kutekan perlahan… tangan kananku terus menggenggam batang kontolku… membimbing hingga semuanya masuk.
Kontolku semakin berdenyut-denyut… ketika kepala kontolku masuk…. tubuhnya tersentak… mata mendadak terbelalak kaget…. tangan kirinya menahan perutku menahan dorongan pantatku… tapi tanganku terus menggerak-gerakkan kontolku… kutekan sedikit… kutarik…. kugesek-gesekan ke itil nya… kutekan lagi… kuputar-putar… kugesek-gesek lagi itil nya… hingga dia meratap sambil merintih-rintih nikmat, ” Oooohhh…oohhh…aahh…oohhh….. Booy…. Booyy…. ja..ja..nnggan… ooohh… oohh.. jangan….. mmmhhmmmmm… sakiiitt.. aahhh..uuhhh… sakkkiitt.. Ibu..nggak mau… Booy… oooohh… Booy… jja..ja..ngaaan… a..duuuh…nggg…akh…aahhh…mmhmm..nnggg…. uuhhh…”
Walaupun memek Bu Indah sudah basah dan licin, kontolku hanya masuk sepertiganya… sempit sekali… ketika kudorong dorong pantatku lebih kuat, tubuh Bu Indah bergetar…. rintihannya semakin keras seperti jeritan-jeritan keci, ” Boooyy…. aaahhhhhh……aa…aahhhh… uuuuhhhh….. uuhhh… ooohhhhhh….. aaaaaa…. sakiiittt….aww…..mmmmhhmmm……ooohhhh….. mmmmhhmm… nnggak mauu…. Boooyy…. sakiiittt….. Boy.. Booy…Booooy….. Booooooooy……. aaaaaaaaaahhhh…..”
Bu Indah menjerit-jerit kecil memanggil namaku ketika doronganku semakin kuat…. semakin kuat…. hingga akhirnya kontolku masuk setengahnya, kutarik lalu kudorong lagi lebih kuat, baru masuk 3/4 keburu mentok, terasa kepala kontolku menyentuh dinding yang bergerinjal-gerinjal, saat itu Bu Indah merintih agak panjang…. crep..crep crepp… crepp…. bleessssss…… terasa sekali nikmatnya jepitan dinding memek Bu Indah… ” Aaahhh….aahhhh…. enaakk…. nikmattt…. “, kontolku terasa agak perih…. tiba-tiba ada cairan hangat merendam kontolku…. hangat dan licin nya mendatangkan kenikmatan tersendiri…. membuatku terpejam sejenak… nikmat….
Kulihat kepala Bu Indah mengeleng-geleng dengan kuat… rintihannya menjadi tidak jelas.. seperti orang mengigau…. menangis lirih…. kutegakkan tubuhku sambil kupegang pinggangnya yang kecil dengan kedua tanganku lalu kumulai gerakan menarik… mendorong menarik… dorong…. tarik…. crepp… blesss…. creppp… blessss… creppp….crepppp…. crepppp….. tampak sekali pemandangan indah ketika kontolku keluar masuk memek Bu Indah, crepp…creppp…. creppp…. creppp… blesss….blesss…. blessss….. anganku melayang dibuai kenikmatan aneh… biar lobang memek Bu Indah sempit sekali tapi kontolku keluar masuk dengan leluasa… karena adanya cairan pelicin.
Bu Indah pun semakin tak jelas rintihannya, kadang nadanya seperti menangis… mulutnya menggigit-gigit tangannya yang mengepal…, ” nghhhh….nghhhh….ngggnggh….. aa..aa..ahhhh….. eekh.. aahh… nggg…ngggg… mmhmm…. o..o..oohhhh… ngghh…. Booooy… sssakiit… nggnggg…. aww… oohh….. Boooy… pelaan… pe..pe..laan….. aaaaaaaaaaaa..aaaahhhhhhhhh…nnggngg…. aaahhhhhhhh……… “
Gerakanku semakin kupercepat… terusss… makin cepaatt…. sesaat kemudian Bu Indah merintih histeris, sambil melingkarkan kedua kakinya di pinggangku… mulutnya terus merintih nikmat sambil menjilat dan menggigiti kuku tangannya…. saat itu pula kembali kurasakan ada cairan hangat merendam kontolku di dalam lobang memeknya….. kedua kaki Bu Indah menjepit pinggangku dengan kuat hingga tak bisa bergerak beberapa saat…. ” Booy… Boooy… aahhh…ohhh…. ka.. ka..mu jahaat.. aaakkhhh…. akh…. Booooy….. enaaaak…. aa..aaahh… oohh… “, desah Bu Indah.
Kugeser tubuhnya memanjang di sofa, kedua kakinya terlipat, kutindih tubuhnya sambil memasukkan kontolku…. dan setelah kugeser-geser posisiku hingga terasa nyaman dan leluasa, akupun mulai menggerakkan pantatku naik turun…. crepp..blesss..creppp..blesss….creppp..blesss… creppp… creppp…creppp… crep..crepp..crepp.. crepp… gerakanku semakin cepat, tubuh Bu Indah menggelinjang-gelinjang liar… kedua kakinya melingkar dan menjepit pinggangku… kedua tangannya mencengkeram punggungku…. lidahku menari-nari di lobang kupingnya… nafasku semakin memburu.. gerakanku semakin cepat…. cepaaat…. makin kuat hentakanku….
Bagian dalam memek Bu Indah terasa semakin basah dan hangat, kurasakan kontolku mulai berdenyut-denyut dan terasa sangat geli… inilah saat paling kutunggu… rasa geli yang amat sangat diakhiri dengan keluarnya air mani…. kuperlambat sebentar gerakanku…. lalu kupercepat lagi…. kupercepat lagii…. semakin cepat gerakanku membuat rintihan Bu Indah semakin pendek tak menentu, ” mmh.. ugh.. ugh… ugh…aa..a..aahhh.. ngnggg.. uuhh….oohh… mm..mm..mm.. ngng… ohh..ohh.. ohh.. nnngg… eekh… aahh..ahh…mmhh… te..te..te..rus.. te..te..ruus.. oohh.. aahh…aahh.. Bbbooyy… Bbooyy… ah..ah.. sa..sa..yanggg…aahhh… laagii… teruusss.. ehhh… ehh… aaahhh.. “.
Mulut Bu Indah bergerak ingin mengulum kupingku… lidahnya terasa menggelitik lobang telingaku…. tak lama kemudian kontolku berdenyut keras… ingin memuntahkan air mani…, ” Aaahhhhhh…. aaahhhh…. aa..aa..aaahhhh…. akuu.. tak kuat lagi Buuuuuuuu….. ” gerakan naik turunku semakin cepat….rasa geli semakin terasa… kontolku makin tegang… berdenyut-denyut….
Bu Indah semakin histeris, mendadak pantatnya mengangkat dan bergoyang…. memutar…, ” Aaakh… aaaaa…. Booyy….Booooy…….. sa..yang….ta…taa.. oohhh… tahannn… se…se…bentarr…. ta..ta..hannn….. aa..a…yo…se…sekarang… sekarang… yaaa…yaa….eee..eennaaakk….ooohhh…. oohhh…. mmmhhmm….oooohhhh…… aaaaaahhh……..” Kontolku terasa dipilin-pilin dan disedot-sedot…… akhirnya…., ” Aaaaahhhhh…. aaahhhh….. Ibuuuu…. aaahhh…ahh…”, kudorong pantatku sekuat-kuatnya…, air maniku menyembur banyak sekali cret…cret…cret…cret…cret…cret…cret… kupeluk tubuh Bu Indah sekuatnya…, mataku terpejam merasakan kenikmatan tiada tara yang barusan terjadi….., demikian juga Bu Indah ketika maniku menyembur di dalam memeknya… badannya seperti menggigil dan tersentak-sentak… kedua matanya terbeliak-beliak nikmat……, kedua kakinya melingkari pinggang dengan kuat….. kedua tangannya mencengkeram punggungku sampai kukunya menancap, kureguk seluruh kenikmatan sambil kami saling memeluk, mencium sambil berguling-guling untuk meredam nafsu dan emosi yang sangat tinggi.
Setelah kurang lebih sepuluh menit saling berpelukan, aku mulai bangkit, kuangkat tubuhku, perlahan-lahan kucabut kontolku dari lobang memek Bu Indah. Air maniku terlihat mengalir keluar, menetes…. kuseka dengan rok panjang yang masih di kenakan Bu Indah. Lalu kubersihkan dengan mengusap-usap celah memeknya yang merah merekah yang hanya ditutupi bulu bulu halus dengan potongan celana dalamnya.
Tubuh Bu Indah masih tergolek lemas… tak bertenaga…. tapi tatapan mata Bu Indah mengarah tajam kearahku… aku mencoba untuk tersenyum… sambil menjulurkan tangan menolong untuk bangkit. Tak lama Bu Indah duduk disampingku tanpa membereskan bajunya terlebih dahulu, buah dadanya hanya tertutup sebelah saja, roknya tidak diturunkan hingga pahanya tidak tertutupi sepertinya dia tidak mala-malu lagi padaku, tapi matanya terus menatapku….
” Ibu marah…. ? “, tanyaku sambil tersenyum lalu mendekatkan bibirku ke bibirnya…, tapi tiba-tiba plokk…plokk… kedua pipiku ditampar keras. Aku berdiri bengong sambil mengusap-usap pipi, tadi dia bilang sayang, tapi sekarang menamparku…. eeh… setelah menamparku Bu Indah tertunduk sambil menangis di di depanku. Aku jadi bingung….., nggak ngerti kok jadi begini, tapi aku tidak mau tahu…. pokoknya aku berhasil menyetubuhinya dan aku benar-benar puassss.
Tanpa berkata sepatah katapun, aku memakai celanaku kembali, langsung membereskan buku catatan les Matematikaku, bersiap untuk pulang. Tiba-tiba Bu Indah berlari masuk ke kamar tidurnya sambil menangis terisak-isak….. Semula aku sih cuek-cuek aja…, lama kelamaan aku menjadi tidak tega…. kuikuti masuk kamar tidurnya…. kulihat…. dia sedang menangis sambil tengkurap sambil memeluk bantal, kaos dan roknya tersingkab, sebagian pantatnya ke bawah terlihat jelas, kulitnya bersih, putih mulus, bagian pantatnya yang lain masih tertutup celana dalam hitam tapi sudah sobek digunting dan sebagian punggungnya terbuka. Sepertinya dia sudah tidak memperhatikan lagi keadaan dirinya.
Aku duduk di sisi tempat tidur, sambil menunggu reaksi, kuperhatikan sekeliling kamarnya, hampir semua barangnya bagus dan bermerk. Tempat tidurnya empuk sekali, pegasnya sangat elastis, isak tangis Bu Indahpun cukup terasa membuat kasur seperti bergelombang. Stereo set, TV, meubel, lukisan, tumpukan sepatu dan peralatan kosmetiknya termasuk merk yang sangat mahal.
Kulihat jam sudah menunjukkan pukul 8 malam, nggak terasa sudah lima jam aku berada di rumah Bu Indah. Hampir lima belas menit aku menunggu, tapi isakan Bu Indah belum berhenti juga. Ketika aku duduk di sampingnya, kucoba memegang tangannya, uluran tanganku langsung ditepis olehnya. Aku semakin bingung, kucoba mengusap rambutnya, tapi dia semakin terisak-isak sambil menggeser tubuhnya menjauhiku sambil menedang-nendangkan kakinya kearahku…. tanpa disadarinya potongan celana dalam yang menutupi sebagian pantatnya terbuka… seluruh pantat sampai ke kaki terlihat sangat jelas.
Iseng-iseng kuperhatikan dari kaki hingga pangkal pahanya, kulitnya putih bersih merata, mataku terpaku di belahan pantatnya…. terlihat jelas lobang anusnya tertutup rapat dan disebelahnya tampak celah yang merekah berwarna merah muda dikelilingi bulu-bulu halus… membuat aku terangsang oleh pemandangan yang terpampang jelas di depanku, kurasakan kontolku bergerak mulai menegang…… kucoba mengalihkan perhatian dengan memandangi lukisan tapi kontolku malah semakin tegang.
Pusing aku jadinya……. tampaknya Bu Indah marah padaku……. akhirnya kutimbang-timbang antara pulang saat itu juga atau menunggu sampai kemarahan Bu Indah reda. Tapi pikiranku semakin sulit diajak kompromi, perhatianku tetap tertuju pada celah yang merekah itu…… terbayang nikmatnya ketika kontolku keluar masuk celah itu….. Apakah Bu Indah masih mau kusetubuhi selagi dia masih marah padaku.. tapi.. jangankan kusetubuhi, baru kupegang tanganpun dia tak mau….. kusetubuhi atau tidak, dia tetap marah padaku…, ” Ah, tadipun dia tidak mau kusetubuhi, tapi setelah terangsang dan merasakan nikmatnya bersetubuh akhirnya dia mau juga, kucoba lagi ah…. “, pikirku.
Diam-diam kucopot kancing celanaku satu per satu, kubuka seluruh penutup tubuh hingga telanjang bulat…. perlahan-lahan kugeser tubuhku mendekati pantatnya…. Tempat tidur pegas Bu Indah benar-benar asyik…. sedikit gerakan membuat permukaan kasur bergoyang seperti gelombang. Bu Indah tahu aku mendekatinya… dia malah menutupi kepalanya dengan bantal…. hingga dia tak tahu bahwa aku sudah telanjang bulat……. samar-samar kudengar isak tangis yang ditahan….. tapi aku tak perduli.. yang kuperhatikan hanya lobang memek yang merekah berwarna merah muda di belahan pantatnya.
Sambil menunggu saat yang tepat, kucoba bersikap baik, kuusap-usap punggungnya dengan lembut…. perlahan kutarik tali BH-nya lalu kulepas….. kaosnya kurapikan sehingga punggungnya tertutup ternyata Bu Indah tidak menunjukkan gerakan menolak perbuatanku…. akupun semakin berani….. diam-diam kulepas kancing roknya…. kubuka retsletingnya…. roknya kurapikan…. kuturunkan seluruhnya menutupi pantat sampai ke mata kakinya… kupijat-pijat lembut kakinya sambil menggeser sedikit demi sedikit supaya renggang…. lalu aku tengkurap di sebelah Bu Indah…. kuusap-usap lagi punggungnya… kuangkat sedikit bantal yang menutupi kepalanya… kutempelkan mulutku di kupingnya sambil berbisik ” Buu…. maafin Boy ya…. perbuatan Boy bikin Ibu jadi sedih…. aku janji tidak akan mengulanginya….. maafin Boy ya…….. “, Bu Indah menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menutupi kuping dengan kedua telapak tangannya, wajahnya tertunduk dalam… sepertinya dia tidak mau mendengar omonganku atau melihatku lagi… karena perbuatanku tadi.
Aku mengangkat tubuhku perlahan-lahan… kutindih punggungnya… sambil kubelai lembut rambutnya… bahu Bu Indah terguncang-guncang… isak tangisnya makin keras… dikiranya aku akan menghiburnya, padahal kugeser pantatku sedikit demi sedikit sambil kulepas kancing roknya…. kubuka retsletingnya…. kusibakkan semua yang menutupi belahan pantatnya… hingga lobang memeknya yang makin merekah terlihat jelas… akupun jadi tidak sabar ingin menusukkan kontolku ke lobang yang sudah menganga itu.
Kubasahi kepala kontol dengan ludah…. perlahan-lahan kuangkat pantatku hingga tepat di atas pantatnya… dan kurapatkan kedua kakiku diantara kakinya…. kugenggam kontolku…. kuarahkan kepalanya tepat di bibir lobang memeknya…. pantatku turun pelan-pelan…. tanpa ragu-ragu langsung kudorong…. Akh, kontolku sulit masuk… seret… masih kering dan sempit… ada rasa perih di kontolku.
Saat itu tubuh Bu Indah tersentak…. dia kaget sekali… merasa ada sesuatu menyentuh bibir memeknya dan memaksa masuk…. tubuhnya langsung meronta-ronta… ingin melepaskan diri dari tubuhku….. tubuhnya bergeser maju… pantatnya digoyang-goyang…. berusaha untuk menghindari dorongan kontolku… kedua kakinya tak bisa apa-apa karena tertahan oleh rok dan kakiku…. sambil menahan tubuhnya… kudorong kontolku dibantu tangan kananku… hingga pada dorongan keempat, kontolku masuk setengahnya… kudorong lagi…. kutekan sedalam dalamnya sampai mentok….
Makin kuat Bu Indah meronta makin terasa tubuh kami bergoyang-goyang… berayun-ayun… akibat pegas tempat tidurnya sangat elastis…. tanganku langsung menyusup ke balik kaosnya… kuraba-raba perutnya… Bu Indah semakin meronta.. kupeluk tubuhnya dengan cara menyilangkan kedua tangan sambil mencengkeram buah dadanya yang kenyal dan keras… lalu kuremas-remas dengan lembut…. kedua putingnya kutarik-tarik dan kupuntir-puntir… mulutku menjilat-jilat dan menciumi tengkuknya sampai basah… kujilat hingga ke belakang kupingnya…. kugigit-gigit ujung kuping…..
Gerakan meronta tubuh Bu Indah makin melemah… kutekan pantatku dengan kuat sambil kuputar-putar…. hingga tubuh kami bergoyang-goyang.. pegas tempat tidur ini memang sensitf sekali sedikit saja bergerak langsung terasa seperti diayun-ayun… aku merasakan kenikmatan bersetubuh yang unik di tempat tidur ini… kulihat mata Bu Indah berkaca-kaca…. dia menangis… merintih-rintih kesakitan…… ” Nngg…nnggng… uuhhuu….uuuhhh…nggg… aduuuhhh… sssssssakiiiitt….. nngg…… aaaaa….aaa….”
Tubuhnya tengkurap tak bergerak…. tangannya menjuntai lemas…. pelan-pelan kutarik kontolku… aduuhh sempit sekali… rasanya seperti di jepit… kudorong lagi pelan-pelan…. kutarik…. kudorong….. kutarik….. creeeeeeep… creeeeeeep… creeeeeeep… creeeeeeep….. creeeeep……. seret sekali……
Kucabut kontolku lalu kubasahi lagi dengan ludah…. kumasukkan lagi…. Nah, sekarang agak licin. Terasa buah dadanya makin mengeras… putingnya kupijit dan kupuntir…. samar-samar kudengar rintihan kesakitan Bu Indah berubah menjadi rintihan nikmat… akupun mempercepat gerakan naik turun sesuai ayunan pegas tempat tidur ini… pantat Bu Indah bergerak seperti membalas gerakanku…. bergoyang, menarik dan mendorong… rintihannya semakin jelas dan keras… tampaknya Bu Indah mulai terhanyut oleh kenikmatan persetubuhan ini, rasa sakitnya sudah berubah menjadi sakit-sakit nikmat. Aku yakin sebentar lagi dia tidak akan merasa kesakitan…. tapi kenikmatan yang luar biasa……
Dia merintih, ” Aa..ahhhh… aahh.. mmmhhmm… ooohhhh… ooohhhh.. ooohhh… a.. aa..a.. aahhhh…” tak lama kemudian terasa ada cairan hangat membanjiri seisi memek Bu Indah…. kontolku semakin lancar keluar masuk… menggesek-gesek dinding memeknya… mulai terasa nikmat… gerakan naik turunku semakin cepat… Aku semakin bernafsu… creepp…creepp…creepp…creepp… creepp… creepp… creepp…. creepp.. creepp.. creepp… dan terasa dinding memeknya seperti berdenyut.
Bu Indah semakin histeris… ” A..aa..hhh….aa…aaa..aahhhh… Boooy…. ooohhh…ooohhh… aa…aa..aahhh…. mmmhhhm…aahhh…ooohh…oohhhh…. Bbboooyy…. ssu..su..ddaah… aakh..aaah…. ssu..ssud…. a..aa..aaahhhhh…. te…tee..russs… Bbbooy… llagii.. laagii… oohhh…. “, Mendengar rintihan tak keruan itu, aku makin liar… kuangkat tubuhku lalu kutahan dengan sebelah tangan sambil kujambak rambutnya…. gerakan naik turunku makin cepat…. crep.. crep.. crep.. crep.. crep.. crep.. crep.. crep.. crep.. crep.. crep.. dengan gaya seperti joki sedang menunggang kuda.
Tangan Bu Indah yang semula terjuntai lemas menggapai-gapai ke kakinya menarik-narik roknya… dia ingin kedua kakinya bebas bergerak… Akupun mengerti… lalu kucabut kontolku dengan cepat dan Bu Indah menjerit kecil ” Ja..jangan..dilepass….” tubuhnya meronta-ronta… cepat-cepat kutarik rok panjangnya juga celana dalam yang sudah sobek kugunting… kubuka kaosnya dengan kasar… kini tubuh kami tidak ditutupi sehelai benangpun…
Bu Indah langsung membalikkan tubuhnya sambil mengangkang dan tangannya menarik pinggangku… dengan tergesa-gesa kumasukkan kontolku ke lobang memeknya… kutekan dengan kuat…. kutarik…. lalu kutekan dengan kuat…. bibir kami saling mengecup….menyedot…. gerakanku semakin liar……. creeepp….creeepppp…creeppp….creeppp… creepppp…creeeppp…. kutekan kontolku sampai mentok… creeeeeepp… ” Bboooy…. aahhhh… ooohhhhh…. oohhh….ooohhh….. enaaakkk….. ooohhh… Booy.. terruuss… te..tee..rrusss… ooohhh…. aaahhhhh…. aaaaaahhhhh….. “, Bu Indah merintih rintih dan menjerit histeris… matanya terbeliak-beliak… tangannya menarik-narik pantatku…. kakinya menjepit pinggangku dengan kuat hingga tak bisa bergerak…. sepertinya Bu Indah baru mencapai puncak kenikmatan… terasa muncul cairan hangat membanjir, merendam kontolku.. licin sekali… hingga kontolku seperti ada di lubang yang besar, basah, hangat dan licin.
Tiba-tiba Bu Indah mendorong tubuhku dengan kuat hingga kontolku terlepas…. ” Sudah ah… ” katanya dengan bibir bergetar, kemudian kedua tangannya menutupi mukanya dengan kedua kaki masih mengangkangi tubuhku. Akupun ikut diam tapi untuk beristirahat memulihkan tenaga dan mengatur nafas lalu kuseka batang kontolku yang basah dengan kaos. Ketika aku bersiap kembali memasukkan kontolku, Bu Indah berkata dengan lirih, ” Boy, sudah ya…, Ibu mohon jangan diterusin… Ibu takut hamil..” dengan kedua tangan menutup memeknya, dia berusaha duduk sambil menarik mundur pantatnya menjauhi kontolku… tampaknya dia ingin mengakhiri persetubuhan ini.
Akupun berdiri di tempat tidur sambil mengusap-usap kontolku yang masih berdiri tegak, sambil duduk Bu Indah memandangku dengan sayu dan berkata, ” Terima kasih Boy, kamu mau ngerti “.
Tanpa berkata apa-apa, aku bergerak mendekatkan kontolku ke wajahnya…. kupegang kepalanya… kudekatkan kontolku ke mulutnya, rupanya Bu Indah mengerti kemauanku, dia menggelengkan kepalanya, ” Nggak..Ibu nggak mau !”. Kupegang kepalanya dengan kedua tanganku… kutempelkan ujung kontolku ke bibirnya…. kudorong-dorong…. tapi mulut Bu Indah tertutup rapat…. ” Ayolah, sebentar saja Bu…”, kataku sambil duduk di depannya, Bu Indah tetap menggelengkan kepalanya, sambil berkata ” Nggak…nggak mau… pokoknya nggak mau… jijik….!”.
Aku jadi gemas, kutarik tubuhnya hingga menindih tubuhku, kupeluk tubuhnya lalu kucium bibirnya…. dengan lemah tubuhnya meronta-ronta… kulumat bibirnya… kumainkan lidahku di dalam mulutnya, sampai akhirnya dia membalas pelukan dan ciumanku… kami berciuman lama sekali, sekali dia berhenti menciumku… dia hanya memandangku…. tangannya mengusap-usap rambutku….
Tanpa disadarinya, aku mengarahkan kontolku ke lobang memeknya. Ketika posisinya sudah tepat, kuangkat pantatku mendorong dan blesssss…. kontolku langsung masuk, tubuh Bu Indah tersentak, dia berusaha mengangkat pantatnya… tapi pingangnya kutahan dengan kuat… malah kutekan kebawah hingga kontolku hampir masuk semua… Bu Indah mendesah, ” Booy… aa..aaahhh… kamu memang nakaal… Booy… oohhh.. aaahhhhh….”
Lalu kami saling pandang, lama… tak ada yang bergerak diantara kami…. Bu Indah menundukkan kepalanya… dia mencium bibirku lembut sambil berkata ” Kamu memang nakal.. jahil… kamu nggak mudah menyerah rupanya… nggak mau nurut sama omongan Ibu… kamu jahat…. sekarang lepasin tangan kamu.. kalo nggak… awas !”.
” Tapi Bu… ” kataku, sambil mengerak-gerakkan pantatku keatas… dan menekan-nekan pinggangnya ke bawah… kuangkat pantatku berulang ulang… sesekali ketika kuangkat pantatku dengan kuat, pinggangnya kutekan ke bawah, hampir seluruh batang kontol masuk ke dalam memek Bu Indah… saat kepala kontolku menabrak dinding paling dalam, Bu Indah menjerit kecil, badannya bergetar….
Diapun tidak bisa menyelesaikan kata-katanya dengan benar, malah jadi merintih nikmat, ” Nggak ada tapi-tapian, kamu mau lepas nggak ? Ntar Ibu mmma..mmau…. la..lapor…. aaahhhh… aaww…. sstt…. ooohhhh…. ntar… Ibu.. laporrrinn… ssama… aww… ppo.. mmhhmm…aaahhhh.. polisssiii… aahhh…. ooohh… aaahhh…. aww.. aaaaaaaaaaaaaahhhh… sssstt….. aahhh…. ooohh… aa..aaww…. Bbooy… terusss…. aaahh… oohh…. Booooy…. Boooyyy…. aa..aaaaaww…. aaahhh… ooohhh…. te..teruuss… teruuusss… oohh… aahh… oohh..oohhh.. eeenaaakk… aa..aaaww… lagiii… enaak.. ssaayyaang….”
Kudorong tubuhnya supaya tegak, hingga posisinya seperti sedang berjongkok diatas kontolku dan pantatnya kutahan dengan kedua tanganku, kuhentak-hentak… kudorong.. pantatku keatas dengan kuat, dengan bantuan tempat tidur pegas ini, hentakanku makin lama makin cepat… sambil sesekali pantatnya kudorong melawan hentakanku hingga kontolku masuk sedalam-dalamnya…. aduuhh nikmat sekali… makin lama makin terasa sempit dinding memeknya yang paling dalam dan ada sesuatu yang bergerinjal-gerinjal menjepit kepala kontolku…. aku merasakan suatu kenikmatan yang baru… kutekan pantat Bu Indah ke bawah… kutahan beberapa saat… kurasakan kepala kontolku terjepit dinding yang bergerinjal-gerinjal… aku terdiam… mataku terpejam… nikmaat…. enaaakk… saking nikmatnya… akupun mendesah, ” Buuu… enaak sekaliiii…. ssstttt…. aahh… Ibuuu..Buu.. Indaahh… gelii… enaaak… ayooo…dong… gerakin lagi pantatnya… yaaa…. saayyanngg… yaa…”
Kulihat dia merintih sambil menggigit bibirnya, matanya terbeliak-beliak… merem-melek…. kedua tangannya menjambak-jambak rambutnya…. kepalanya menggeleng-geleng…. setiap kepala kontolku menyentuh dinding memeknya yang paling dalam… tubuhnya tersentak dan gerakannya semakin histeris… pantatnya naik turun dengan cepat…. rintihannya semakin keras… diselingi jeritan kecil setiap pantatnya menekan ke bawah… ” Booyy… aah.. ooohh.. oohh… aa..aaa…aawww… aaaa..hhh… oohhh…aaahh… aa.aa.aaaawww…. Bbbooyy.. eenaak…. aahh…aaahhh… aa…aaa..aaaww…. enaak….” Akhirnya ketika Bu Indah menekan pantatnya dengan kuat, hingga kepala kontolku dijepit dinding bergerinjal-gerinjal, mulai terasa ada rasa geli luar biasa…. kontolku berdenyut-denyut…. terasa air maniku memakas ingin keluar… hingga tak mungkin lagi kutahan…..
” Buuu..Buu Indaah.. Boy ma..mmau keluarrr… aduuhhh… geliii… ” rintihku.
Bu Indah menggerakkan pantatnya maju.. mundur… lalu berputar.. maju lagi… ke kiri.. ke kanan… diangkat sedikit… terus maju lagi… berputar lagi… kontolku terasa dipilin-pilin… diurut-urut…. disedot-sedot… rasa geli itu semakin kuat… makin kuat…. nikmat bercampur geli…
Tiba-tiba tubuh Bu Indah menyentak-nyentak sambil menjerit kecil, ” Booyy… ayo… ssssayang… sama.. samaa.. aaahh… oohh… aaahhh… BBooooooyyyyyyyyy…. aaaaaaaaaaaaaahhhhhhhh….” tubuhnya menindihku…. pantatnya menekanku dengan kuat…. bibirnya mengulum bibirku…. dia memelukku dengan kuat…. dan akupun memeluknya lebih kuat…. sambil membalas ciumannya…..
Bersamaan dengan itu… ” Aaaaaaahhhhhh…… ” kontolku menyemprotkan air mani ke dinding memeknya berkali-kali… cret… cret… cret… cret… cret… cret… cret… aaahhh.. nikmatnya……. tak terasa tubuh kami berguling-guling… sambil berpelukan dan berciuman… mereguk seluruh kenikmatan dari persetubuhan ini.
Selama dua puluh menit, kami terdiam sambil berpelukan…. saling memandang… lalu berciuman dengan lembut… lamaa… saling mengusap-usap rambut tanpa ada satupun kata yang keluar dari mulut kami. Ketika aku akan mencabut kontolku dan melepaskan pelukan, Bu Indah merintih manja, ” Ntar aja… jangan dulu..Ibu masih ingin begini..ya.. sayang… “, sambil mengecup bibirku dan mengusap-usap rambutku dengan penuh kelembutan, seperti tak ada rasa marah, menyesal atau sedih.
Tak lama kemudian, secara bersamaan kami saling melepas pelukan dan sama-sama tergolek lemas bersebelahan sambil memejamkan mata… merenungi apa yang sudah terjadi diantara kami. Ketika aku membuka mata, ternyata Bu Indah sedang memandangi aku sambil menahan kepala dengan tangannya dan dia tersenyum, sambil mencolek hidungku dan berkata, ” Kamu ini memang anak kurang ajar… nggak punya kesopanan… umur kamu berapa sih…? “. Melihat sikapnya yang ramah disertai senyum, aku jadi berani, kujawab sambil mengecup tipis bibirnya, ” Ibu nggak usah nanya umur deh, yang penting, aku suka sama Ibu “.
Dan dia menindihku sambil membalas kecupanku, ” Kamu ini ngomong kaya udah gede aja, kenapa sih kamu suka sama Ibu ” tanyanya. ” Kok nanyanya gitu, Ibu mau apa nggak disukain sama Boy.. ? ” aku balik bertanya. ” Kalo kamu udah gede, Ibu pasti mau… sekarang Ibu pengen tahu kenapa kamu suka sama Ibu ? ” katanya penasaran, sambil memencet hidungku.
” Nggak ah.. ntar Ibu marah kalo Boy jawab..” kataku.
Dia langsung menjawab, ” Nggak, Ibu nggak bakalan marah.. sumpah “. ” Sumpah apa ? ” tanyaku, ” Sumpah ini… ” katanya sambil mencium bibirku dengan lembut. Tanpa kami sadari, telah terjadi keakraban diantara kami sepertinya kami pasangan yang sebaya.
Sambil membalikkan tubuhnya, kujawab, ” Boy suka sama Ibu karena……. “, aku tidak meneruskan jawabanku, dia makin penasaran, ” Karena apa… ? “, katanya sambil cemberut. ” Karena…. Ibu baik…. cantik… terus.. karena ini…. dan ini… ” kataku sambil menunjuk dadanya dan mengusap-usap memeknya. ” Ihhh… jangan nakal… nanti Ibu tampar lagi… mau..? “, katanya sambil melotot tapi mulutnya tersenyum manis lalu dia menciumku lagi.
Kami berciuman lagi… sambil memelukku Bu Indah berbisik mendesah di telingaku, ” Ibu sayang kamu…. kamu jangan pulang.. masih banyak yang ingin Ibu omongin sama kamu… sekarang kita istirahat aja ya…”.
” Ya deh, gimana ibu aja “, kataku sambil membalas pelukannya.
Kulihat jam sudah menunjukkan pukul 11.30 malam, tak lama kemudian kami tertidur sambil berpelukan

Bacar Artikel Lainnya :

  1. Obat Tahan Lama Pria
  2. Cara Memperbesar Alat Vital Pria
  3. Obat Pembesar Penis
  4. Pembesar Penis
  5. Pembesar Alat Vital Pria
  6. Alat Bantu Sex Wanita
  7. Alat Pembesar Payudara
  8. Obat Perangsang Pria
  9. Obat Pemerah Bibir
  10. Jenis Selaput Dara
  11. Selaput Darah Buatan
  12. Selaput Dara Palsu
  13. Jual Selaput Darah Buatan
  14. Obat Penghilang Tato
  15. Obat Kantung Mata
  16. Jual KLG Asli
  17. Jual Vimax Asli
  18. Jual Minyak Lintah Papua
  19. Jual Procomil Spray
  20. Jual Obat Kuat Viagra Usa
  21. Hammer Of Thor
  22. Cara Menambah Tinggi Badan
  23. Bahaya Obat Aborsi
  24. Bahaya Aborsi
  25. Obat Aborsi

Cerita Panas Ku Perkosa Pembantu Ku

http://obatstaminapria.com/obat-pembesar-penis-permanen-vimax-asli-canada/

CRITADEWASA17 - Kisahku mungkin biasa saja, yakni tentang prt (pembantu rumah tangga) yang diperkosa majikannya. Memang tidak ada yang istimewa kalau cuma kejadian semacam itu, namun yang membuat kisahku unik adalah karena aku tidak hanya diperkosa majikanku sekali. Namun, setiap kali ganti majikan hingga tiga kali aku selalu mengalami perkosaan. Baik itu perkosaan kasar maupun halus. Aku akan menceritakan kisahku itu setiap majikan dalam satu cerita.
Begini kisahku dengan majikan pertama yang kubaca lowongannya di koran. Dia mencari prt untuk mengurus rumah kontrakannya karena ia sibuk bekerja. Aku wajib membersihkan rumah, memasak, mencuci, belanja dll, pokoknya seluruh pekerjaan rumah tangga. Untungnya aku menguasai semuanya sehingga tidak menyulitkan. Apalagi gajinya lumayan besar plus aku bebas makan, minum serta berobat kalau sakit.
Manajer sekitar 35 tahunan itu bernama Pak S, asal Medan dan sedang ditugasi di kotaku membangun suatu pabrik. Mungkin sekitar 2 tahun baru proyek itu selesai dan selama itu ia mendapat fasilitas rumah kontrakan. Ia sendirian. Istri dan anaknya tak dibawa serta karena takut mengganggu sekolahnya kalau berpindah-pindah.
Sebagai wanita Jawa berusia 25 tahun mula-mula aku agak takut menghadapi kekasaran orang etnis itu, namun setelah beberapa minggu akupun terbiasa dengan logat kerasnya. Pertama dulu memang kukira ia marah, namun sekarang aku tahu bahwa kalau ia bersuara keras memang sudah pembawaan. Kadang ia bekerja sampai malam. Sedangkan kebiasaanku setiap petang adalah menunggunya setelah menyiapkan makan malam. Sambil menunggu, aku nonton TV di ruang tengah, sambil duduk di hamparan permadani lebar di situ. Begitu suara mobilnya terdengar, aku bergegas membuka pintu pagar dan garasi dan menutupnya lagi setelah ia masuk.
“Tolong siapkan air panas, Yem,” suruhnya suatu petang, “Aku kurang enak badan.” Akupun bergegas menjerang air dan menyiapkan bak kecil di kamar mandi di kamarnya. Kulihat ia menjatuhkan diri di kasurnya tanpa melepas sepatunya. Setelah mengisi bak air dengan air secukupnya aku berbalik keluar. Tapi melihat Pak Siregar masih tiduran tanpa melepas sepatu, akupun berinisiatif.
“Sepatunya dilepas ya, pak,” kataku sambil menjangkau sepatunya.
“Heeh,” sahutnya mengiyakan. Kulepas sepatu dan kaos kakinya lalu kuletakkan di bawah ranjang.
“Tubuh bapak panas sekali ya?” tanyaku karena merasakan hawa panas keluar dari tubuhnya. “Bapak masuk angin, mau saya keroki?” tawarku sebagaimana aku sering lakukan di dalam keluargaku bila ada yang masuk angin.
“Keroki bagaimana, Yem?” Baru kuingat bahwa ia bukan orang Jawa dan tidak tahu apa itu kerokan. Maka sebisa mungkin kujelaskan.
“Coba saja, tapi kalau sakit aku tak mau,” katanya. Aku menyiapkan peralatan lalu menuangkan air panas ke bak mandi.
“Sekarang bapak cuci muka saja dengan air hangat, tidak usah mandi,” saranku. Dan ia menurut. Kusiapkan handuk dan pakaiannya. Sementara ia di kamar mandi aku menata kasurnya untuk kerokan. Tak lama ia keluar kamar mandi tanpa baju dan hanya membalutkan handuknya di bagian bawah. Aku agak jengah. Sambil membaringkan diri di ranjang ia menyuruhku, “Tolong kau ambil handuk kecil lalu basahi dan seka badanku yang berkeringat ini.” Aku menurut. Kuambil washlap lalu kucelup ke sisa air hangat di kamar mandi, kemudian seperti memandikan bayi dadanya yang berbulu lebat kuseka, termasuk ketiak dan punggungnya sekalian.
“Bapak mau makan dulu?” tanyaku.
“Tak usahlah. Kepala pusing gini mana ada nafsu makan?” jawabnya dengan logat daerah, “Cepat kerokin aja, lalu aku mau tidur.”
Maka ia kusuruh tengkurap lalu mulai kuborehi punggungnya dengan minyak kelapa campur minyak kayu putih. Dengan hati-hati kukerok dengan uang logam lima puluhan yang halus. Punggung itu terasa keras. Aku berusaha agar ia tidak merasa sakit. Sebentar saja warna merah sudah menggarisi punggungnya. Dua garis merah di tengah dan lainnya di sisi kanan.
“Kalau susah dari samping, kau naik sajalah ke atas ranjang, Yem,” katanya mengetahui posisiku mengerokku kurang enak. Ia lalu menggeser ke tengah ranjang.

“Maaf, pak,” akupun memberanikan diri naik ke ranjang, bersedeku di samping kanannya lalu berpindah ke kirinya setelah bagian kanan selesai.Sekarang dadanya, pak,” kataku. Lalu ia berguling membalik, entah sengaja entah tidak handuk yang membalut pahanya ternyata sudah kendor dan ketika ia membalik handuk itu terlepas, kontan nampaklah penisnya yang cukup besar. Aku jadi tergagap malu.
“Ups, maaf Yem,” katanya sambil membetulkan handuk menutupi kemaluannya itu. Sekedar ditutupkan saja, tidak diikat ke belakang. Sebagian pahanya yang berbulu nampak kekar.
“Eh, kamu belum pernah lihat barangnya laki-laki, Yem?”
“Bbb..belum, pak,” jawabku. Selama ini aku baru melihat punya adikku yang masih SD.
“Nanti kalau sudah kawin kamu pasti terbiasalah he he he..” guraunya. Aku tersipu malu sambil melanjutkan kerokanku di dadanya. Bulu-bulu dada yang tersentuh tanganku membuatku agak kikuk. Apalagi sekilas nampak Pak S malah menatap wajahku.
“Biasanya orang desa seusia kau sudah kawinlah. Kenapa kau belum?”
“Saya pingin kerja dulu, pak.”
“Kau tak ingin kawin?”
“Ingin sih pak, tapi nanti saja.”
“Kawin itu enak kali, Yem, ha ha ha.. Tak mau coba? Ha ha ha..” Wajahku pasti merah panas.
“Sudah selesai, pak,” kataku menyelesaikan kerokan terakhir di dadanya.
“Sabar dululah, Yem. Jangan buru-buru. Kerokanmu enak kali. Tolong kau ambil minyak gosok di mejaku itu lalu gosokin dadaku biar hangat,” pintanya. Aku menurut. Kuambil minyak gosok di meja lalu kembali naik ke ranjang memborehi dadanya.
“Perutnya juga, Yem,” pintanya lagi sambil sedikit memerosotkan handuk di bagian perutnya. Pelan kuborehkan minyak ke perutnya yang agak buncit itu. Handuknya nampak bergerak-gerak oleh benda di bawahnya, dan dari sela-selanya kulihat rambut-rambut hitam. Aku tak berani membayangkan benda di bawah handuk itu. Namun bayangan itu segera jadi kenyataan ketika tangan Pak S menangkap tanganku sambil berbisik, “Terus gosok sampai bawah, Yem,” dan menggeserkan tanganku terus ke bawah sampai handuknya ikut terdorong ke bawah. Nampaklah rambut-rambut hitam lebat itu, lalu.. tanganku dipaksa berhenti ketika mencapai zakarnya yang menegang.
“Jangan, pak,” tolakku halus.
“Tak apa, Yem. Kau hanya mengocok-ngocok saja..” Ia menggenggamkan penisnya ke tanganku dan menggerak-gerakkannya naik turun, seperti mengajarku bagaimana mengonaninya.
“Jangan, pak.. jangan..” protesku lemah. Tapi aku tak bisa beranjak dan hanya menuruti perlakuannya. Sampai aku mulai mahir mengocok sendiri.
“Na, gitu terus. Aku sudah lama tak ketemu istriku, Yem. Sudah tak tahan mau dikeluarin.. Kau harus bantu aku.. Kalau onani sendiri aku sudah sulit, Yem. Harus ada orang lain yang mengonani aku.. Tolong Yem, ya?” pintanya dengan halus. Aku jadi serba salah. Tapi tanganku yang menggenggam terus kugerakkan naik turun. Sekarang tangannya sudah berada di sisi kanan-kiri tubuhnya. Ia menikmati kocokanku sambil merem melek.
“Oh. Yem, nikmat kali kocokanmu.. Iya, pelan-pelan aja Yem. Tak perlu tergesa-gesa.. oohh.. ugh..” Tiba-tiba tangan kanannya sudah menjangkau tetekku dan meremasnya. Aku kaget, “Jangan pak!” sambil berkelit dan menghentikan kocokan.

“Maaf, Yem. Aku benar-benar tak tahan. Biasanya aku langsung peluk istriku. Maaf ya Yem. Sekarang kau kocoklah lagi, aku tak nakal lagi..” Sambil tangannya membimbing tanganku kembali ke arah zakarnya. Aku beringsut mendekat kembali sambil takut-takut. Tapi ternyata ia memegang perkataannya. Tangannya tak nakal lagi dan hanya menikmati kocokanku.
Sampai pegal hampir 1/2 jam aku mengocok namun ia tak mau berhenti juga.
“Sudah ya, pak,” pintaku.
“Jangan dulu, Yem. Nantilah sampai keluar..”
“Keluar apanya, pak?” tanyaku polos.
“Masak kau belum tahu? Keluar spermanyalah.. Paling nggak lama lagi.. Tolong ya, Yem, biar aku cepat sehat lagi.. Besok kau boleh libur sehari dah..”
Ingin tahu bagaimana spermanya keluar, aku mengocoknya lebih deras lagi. Zakarnya semakin tegang dan merah berurat di sekelilingnya. Genggaman tanganku hampir tak muat. 15 menit kemudian.
“Ugh, lihat Yem, sudah mau keluar. Terus kocok, teruuss.. Ugh..” Tiba-tiba tubuhnya bergetar-getar dan.. jreet.. jret.. cret.. cret.. cairan putih susu kental muncrat dari ujung zakarnya ke atas sperti air muncrat. Aku mengocoknya terus karena zakar itu masih terus memuntahkan spermanya beberapa kali. Tanganku yang kena sperma tak kupedulikan. Aku ingin melihat bagaimana pria waktu keluar sperma. Setelah spermanya berhenti dan dia nampak loyo, aku segera ke kamar mandi mencuci tangan.
“Tolong cucikan burungku sekalian, Yem, pake washlap tadi..” katanya padaku. Lagi-lagi aku menurut. Kulap dengan air hangat zakar yang sudah tak tegang lagi itu serta sekitar selangkangannya yang basah kena sperma..
“Sudah ya pak. Sekarang bapak tidur saja, biar sehat,” kataku sambil menyelimuti tubuh telanjangnya. Ia tak menjawab hanya memejamkan matanya dan sebentar kemudian dengkur halusnya terdengar. Perlahan kutinggalkan kamarnya setelah mematikan lampu. Malam itu aku jadi sulit tidur ingat pengalaman mengonani Pak S tadi. Ini benar-benar pengalaman pertamaku. Untung ia tidak memperkosaku, pikirku.
Namun hari-hari berikut, kegiatan tadi jadi semacam acara rutin kami. Paling tidak seminggu dua kali pasti terjadi aku disuruh mengocoknya. Lama-lama akupun jadi terbiasa. Toh selama ini tak pernah terjadi perkosaan atas vaginaku. Namun yang terjadi kemudian malah perkosaan atas mulutku. Ya, setelah tanganku tak lagi memuaskan, Pak S mulai memintaku mengonani dengan mulutku. Mula-mula aku jelas menolak karena jijik. Tapi ia setengah memaksa dengan menjambak rambutku dan mengarahkan mulutku ke penisnya.
“Cobalah, Yem. Tak apa-apa.. Jilat-jilat aja dulu. Sudah itu baru kamu mulai kulum lalu isep-isep. Kalau sudah terbiasa baru keluar masukkan di mulutmu sampai spermanya keluar. Nanti aku bilang kalau mau keluar..” Awalnya memang ia menepati, setiap hendak keluar ia ngomong lalu cepat-cepat kulepaskan mulutku dari penisnya sehingga spermanya menyemprot di luar mulut. Namun setelah berlangsung 2-3 minggu, suatu saat ia sengaja tidak ngomong, malah menekan kepalaku lalu menyemprotkan spermanya banyak-banyak di mulutku sampai aku muntah-muntah. Hueekk..! Jijik sekali rasanya ketika cairan kental putih asin agak amis itu menyemprot tenggorokanku. Ia memang minta maaf karena hal ini, tapi aku sempat mogok beberapa hari dan tak mau mengoralnya lagi karena marah. Namun hatiku jadi tak tega ketika ia dengan memelas memintaku mengoralnya lagi karena sudah beberapa bulan ini tak sempat pulang menjenguk istrinya. Anehnya, ketika setiap hendak keluar sperma ia ngomong, aku justru tidak melepaskan zakarnya dari kulumanku dan menerima semprotan sperma itu. Lama-lama ternyata tidak menjijikkan lagi.
Demikianlah akhirnya aku semakin lihai mengoralnya. Sudah tak terhitung berapa banyak spermanya kutelan, memasuki perutku tanpa kurasakan lagi. Asin-asin kental seperti fla agar-agar. Akibat lain, aku semakin terbiasa tidur dipeluk Pak S. Bagaimana lagi, setelah capai mengoralnya aku jadi enggan turun dari ranjangnya untuk kembali ke kamarku. Mataku pasti lalu mengantuk, dan lagi, toh ia tak akan memperkosaku. Maka begitu acara oral selesai kami tidur berdampingan. Ia telanjang, aku pakai daster, dan kami tidur dalam satu selimut. Tangannya yang kekar memelukku. Mula-mula aku takut juga tapi lama-lama tangan itu seperti melindungiku juga. Sehingga kubiarkan ketika memelukku, bahkan akhir-akhir ini mulai meremasi tetek atau pantatku, sementara bibirnya menciumku. Sampai sebatas itu aku tak menolak, malah agak menikmati ketika ia menelentangkan tubuhku dan menindih dengan tubuh bugilnya.
“Oh, Yem.. Aku nggak tahan, Yem.. buka dastermu ya?” pintanya suatu malam ketika tubuhnya di atasku.
“Jangan pak,” tolakku halus.
“Kamu pakai beha dan CD saja, Yem, gak bakal hamil. Rasanya pasti lebih nikmat..” rayunya sambil tangannya mulai mengkat dasterku ke atas.
“Jangan pak, nanti keterusan saya yang celaka. Begini saja sudah cukup pak..” rengekku.
“Coba dulu semalam ini saja, Yem, kalau tidak nikmat besok tidak diulang lagi..” bujuknya sambil meneruskan menarik dasterku ke atas dan terus ke atas sampai melewati kepalaku sebelum aku sempat menolak lagi.
“Woow, tubuhmu bagus, Yem,” pujinya melihat tubuh coklatku dengan beha nomor 36.
“Malu ah, Pak kalau diliatin terus,” kataku manja sambil menutup dengan selimut. Tapi sebelum selimut menutup tubuhku, Pak S sudah lebih dulu masuk ke dalam selimut itu lalu kembali menunggangi tubuhku. Bibirku langsung diserbunya. Lidahku dihisap, lama-lama akupun ikut membalasnya. Usai saling isep lidah. Lidahnya mulai menuruni leherku. Aku menggelinjang geli. Lebih lagi sewaktu lidahnya menjilat-jilat pangkal payudaraku sampai ke sela-sela tetekku hingga mendadak seperti gemas ia mengulum ujung behaku dan mengenyut-ngenyutnya bergantian kiri-kanan. Spontan aku merasakan sensasi rasa yang luar biasa nikmat. Refleks tanganku memeluk kepalanya. Sementara di bagian bawah aku merasa pahanya menyibakkan pahaku dan menekankan zakarnya tepat di atas CD-ku.
“Ugh.. aduuh.. nikmat sekali,” aku bergumam sambil menggelinjang menikmati cumbuannya. Aku terlena dan entah kapan dilepasnya tahu-tahu payudaraku sudah tak berbeha lagi. Pak S asyik mengenyut-ngenyut putingku sambil menggenjot-genjotkan zakarnya di atas CD-ku.
“Jangan buka CD saya, pak,” tolakku ketika merasakan tangannya sudah beraksi memasuki CDku dan hendak menariknya ke bawah. Ia urungkan niatnya tapi tetap saja dua belah tangannya parkir di pantatku dan meremas-remasnya. Aku merinding dan meremang dalam posisi kritis tapi nikmat ini. Tubuh kekar Pak S benar-benar mendesak-desak syahwatku.
Jadilah semalaman itu kami tak tidur. Sibuk bergelut dan bila sudah tak tahan Pak Siregar meminta aku mengoralnya. Hampir subuh ketika kami kecapaian dan tidur berpelukan dengan tubuh bugil kecuali aku pakai CD. Aku harus mampu bertahan, tekadku. Pak S boleh melakukan apa saja pada tubuhku kecuali memerawaniku.

Tapi tekad tinggal tekad. Setelah tiga hari kami bersetubuh dengan cara itu, pada malam keempat Pak S mengeluarkan jurusnya yang lebih hebat dengan menjilati seputar vaginaku meskipun masih ber-CD. Aku berkelojotan nikmat dan tak mampu menolak lagi ketika ia perlahan-lahan menggulung CD ku ke bawah dan melepas dari batang kakiku. Lidahnya menelusupi lubang V-ku membuatku bergetar-getar dan akhirnya orgasme berulang-ulang. Menjelang orgasme yang kesekian kali, sekonyong-konyong Pak Siregar menaikkan tubuhnya dan mengarahkan zakarnya ke lubang nikmatku. Aku yang masih belum sadar apa yang terjadi hanya merasakan lidahnya jadi bertambah panjang dan panjang sampai.. aduuhh.. menembus selaput daraku.
“Pak, jangan pak! Jangan!” Protesku sambil memukuli punggunya. Tetapi pria ini begitu kuat. Sekali genjot masuklah seluruh zakarnya. Menghunjam dalam dan sejurus kemudian aku merasa memiawku dipompanya cepat sekali. Keluar masuk naik turun, tubuhku sampai tergial-gial, terangkat naik turun di atas ranjang pegas itu. Air mataku yang bercampur dengan rasa nikmat di vagina sudah tak berarti. Akhirnya hilang sudah perawanku. Aku hanya bisa pasrah. Bahkan ikut menikmati persetubuhan itu.
Setelah kurenung-renungkan kemudian, ternyata selama ini aku telah diperkosa secara halus karena kebodohanku yang tidak menyadari muslihat lelaki. Sedikit demi sedikit aku digiring ke situasi dimana hubungan seks jadi tak sakral lagi, dan hanya mengejar kenikmatan demi kenikmatan. Hanya mencari orgasme dan ejakulasi, menebar air mani!
Hampir dua tahun kami melakukannya setiap hari bisa dua atau tiga kali. Pak S benar-benar memanfaatkan tubuhku untuk menyalurkan kekuatan nafsu seksnya yang gila-gilaan, tak kenal lelah, pagi (bangun tidur), siang (kalau dia istirahat makan di rumah) sampai malam hari sebelum tidur (bisa semalam suntuk). Bahkan pernah ketika dia libur tiga hari, kami tidak beranjak dari ranjang kecuali untuk makan dan mandi. Aku digempur habis-habisan sampai tiga hari berikutnya tak bisa bangun karena rasa perih di V-ku. Aku diberinya pil kb supaya tidak hamil. Dan tentu saja banyak uang, cukup untuk menyekolahkan adik-adikku. Sampai akhirnya habislah proyeknya dan ia harus pulang ke kota asalnya. Aku tak mau dibawanya karena terlalu jauh dari orang tuaku. Ia janji akan tetap mengirimi aku uang, namun janji itu hanya ditepatinya beberapa bulan. Setelah itu berhenti sama sekali dan putuslah komunikasi kami. Rumahnya pun aku tak pernah tahu dan akupun kembali ke desa dengan hati masygul.


Bacar Artikel Lainnya :

  1. Obat Tahan Lama Pria
  2. Cara Memperbesar Alat Vital Pria
  3. Obat Pembesar Penis
  4. Pembesar Penis
  5. Pembesar Alat Vital Pria
  6. Alat Bantu Sex Wanita
  7. Alat Pembesar Payudara
  8. Obat Perangsang Pria
  9. Obat Pemerah Bibir
  10. Jenis Selaput Dara
  11. Selaput Darah Buatan
  12. Selaput Dara Palsu
  13. Jual Selaput Darah Buatan
  14. Obat Penghilang Tato
  15. Obat Kantung Mata
  16. Jual KLG Asli
  17. Jual Vimax Asli
  18. Jual Minyak Lintah Papua
  19. Jual Procomil Spray
  20. Jual Obat Kuat Viagra Usa
  21. Hammer Of Thor
  22. Cara Menambah Tinggi Badan
  23. Bahaya Obat Aborsi
  24. Bahaya Aborsi
  25. Obat Aborsi